Jumat, 07 Oktober 2011

Oktober Biru

   Sudah lama rasanya saya tidak menulis di blog kesayangan ini. Sekalinya nulis, saya bercerita tentang 'kehilangan'. Yah, di tengah kesibukan yang lumayan tingggi, saya merasa kehilangan. Kehilangan pertama adalah ketika teman saya, Mona, mengatakan Ewid (teman saya jg) mengundurkan diri dari Kursus Dasar Pewarta (Susdape) yang dijalani.
   Awalnya saya tidak percaya dengan apa yang saya dengar. Saya langsung konfirmasi ke Ewid melalui pesan singkat. Dan, dia menjawab kalau dia memang mengundurkan diri karena ingin melanjutkan kuliah komunikasi di Australia. Perasaan saya campur aduk, antara senang melihat kemajuan teman dan juga sedih kehilangan dirinya.
   Walau memang saya tidak begitu dekat dengan Ewid, saya tetap saja merasa kehilangan. Perasaan ini sama, ketika dulu teman saya Intan dan Ebi disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Entahlah, seingat saya ketika di kelas Ewid adalah anak yang gigih belajar. Dia terus belajar, nanya sana nanya sini. Bahkan dia mau meluangkan waktunya untuk belajar lebih banyak.

   Sejak awal saya sudah memprediksi Ewid akan mengundurkan diri. Sama ketika Rizky Ana mengundurkan diri di Pekanbaru dulu. Masalahnya sama, yakni orang tua mereka terlalu sayang sehingga tidak rela membiarkan anaknya susah.
   Di mata saya, Ewid memang anak yang 'penjagaannya' sangat rapi oleh orang tuanya. Tidak boleh makan makanan sembarangan. Dia dengan tergesa-gesa menghabiskan mie nya begitu tahu ayahnya sudah menjemputnya. Begitu ketika out bond dan naik mobil bak terbuka, Ewid dengan riang berdiri di atas belakang sambil bercerita kalau itu kali pertama dia naik mobil bak terbuka.
   Ewid adalah cucu dari pendiri ANTARA yang juga mantan wakil presiden Adam Malik. Menurut saya wajar dia mendapatkan semua keistimewaan itu.
   Kemudian kehilangan kedua (seharusnya saya menyebutnya bukan kehilangan) adalah pindahnya Ida dari kos yang lama. Ida yang kos hanya beberapa meter dari saya, memutuskan pindah dan bergabung dengan Panji, Mona dan Adit. Perasaan saya campur aduk. Saya merasa sendiri kos di sini. Dulu, pas awal Susdape, banyak anak-anak yang kos di gang ini mulai dari saya, Ida, Lintang, Azi, Imam, dan Citro.
   Sekarang, hanya saya sendiri. Memang saya mau pindah juga mencari kontrakan yang lebih luas. Agar Emak bisa tinggal di Jakarta. Tapi entahlah, saya tetap merasa kehilangan.
   Yah, senior saya bang Asmawi Ibrahim, dulu mengatakan dalam hidup selalu ada yang datang dan pergi. Tapi saya tetap bermuram durja. Sama halnya ketika saya duduk berlama di ruang rapat Riau Pos. Bedanya kali ini, saya duduk tercenung di kosan saya.

1 komentar:

  1. Ada pertemuan pasti ada perpisahan, waktuny saja yang kita tidak tahu dan dengan cara yang berbeda, sabar ya.. Banyak pilihan dalam hidup, tinggal kita pilih mau yang mana.. Tapi ingat semua pilihan ada konsekuensi nya apakah baik atau buruk, berdoa saja supaya kita selalu ditunjukan jalan yang benar..

    BalasHapus