Kamis, 26 Mei 2011

Mengilir, Paying Debt Each Year

    "Hidup nak jaya, mati nak sempurna
  Josiah nak panjang, buang sekalian   bala
  Hanung mukmin seselang
  Ampuni dosa dan piala,
  Nan tepebuat di dunia.
  Karena tangan menjangkau, dan mulut   berbicara.",
 
Majuan worship to the Tumenggung
   Forgiveness sentences on the Talang Mamak dialect out smoothly from fez young man.
  That day was the celebration of Eid al-Adha on Wednesday (18/11) night. Patih Majuan (23), the young man, wearing a checkered shirt and sarong, while his mouth to speak. His hands worship Tuk Tumenggung who sits on the couch.
  While his partner was burning incense and bringing chicken and other tributes.
  Patih Majuan(23), newly appointed leader of the highest indigenous Talang Mamak people who live in the interior of Indragiri Hulu. He replaces Patih Gading, two months ago.
  He was doing Mengilir, a routine activity conducted twice a year. After worship, he slow back out and then hand over livestock and crops on Tuk Tumenggung.
  Then followed the Batin (head of village level) Talang Mamak yakni Batin Talang Gedabu, Talang Parit, Talang Perigi, Talang Durian Cacar, Talang Sei Limau and penghulu Anak Talang.
   After doing worship for three times, then the Mangku (representative of Mind) make offerings. Until finally Tuk Tumenggung talk and accept his offering. Following the tradition of "Mengilir" is finished, the group went on the show by eating together.
  Mengilir, on the Riau Malay language has a meaning walk downstream. For the people of Talang Mamak, Mengilir not only have the sense to walk into the downstream but also worship the king to pay the debt.
  This is done twice a year either during the celebration of Eid al-Fitr and Eid al-Adha. Top of the celebration took place on Eid al-Adha.

Politisi Dipuji, Politisi Dimaki

  Ini Kamis, 26 Mei tertera di almanak. Satu bulan menuju ulang tahunku yang ke seperempat abad. Kamis ini, bagi sebagian besar kerabatku nun jauh di Indragiri Hulu, Riau adalah hari kelabu.
  Hari ini Ketua DPRD Indragiri Hulu yang berasal dari Partai Golkar, H Marpoli resmi ditahan.
  Marpoli merupakan saudara jauhku. Tepatnya saudara bawaan, karena abang sepupuku, Dasnir, menikah dengan adiknya.
  Ia merupakan politisi cukup disegani di Indragiri Hulu. Tim sukses pemenangan Rusli Zainal sebagai Gubernur Riau dan Yopie Arianto sebagai Bupati Indragiri Hulu.
  Dia ditahan karena (katanya) korupsi dana APBD periode 2005-2008 sebanyak Rp1,48 miliar. Korupsi ini sendiri sebenarnya dilakukan berjamaah dengan total Rp116 miliar. Dan metodenya pun unik, kasbon APBD.

Kamis, 19 Mei 2011

Mengilir, Membayar Utang Setiap Tahun

                                           "Hidup nak jaya, mati nak sempurna.
                                            Josiah nak panjang, buang sekalian bala. 
                                            Hanung mukmin seselang, 
       Ampuni dosa dan piala, nan tepebuat di dunia.
       Karena tangan menjangkau, dan mulut berbicara."
 

   Petatah-petitih permintaan pengampunan dalam dialek Talang Mamak tersebut keluar lancar dari mulut lelaki muda berkopiah.

        Hari itu adalah perayaan Idul Adha Rabu (18/11) malam.  Patih Majuan (23), pria muda itu, mengenakan kemeja kotak-kota dan bersarung, sementara mulutnya berbicara, tangannya menyembah Tuk Tumenggung yang duduk di atas sofa.

        Sementara rekannya sibuk membakar kemenyan dan membawa ayam dan persembahan lainnya.

Si Gagap


  Bagaimana jika seorang gagap menjadi raja? Untuk hal sepele, semacam berkomunikasi saja ia sulit. Apalagi mendapatkan kepercayaan sebagai raja.

  Liburan selama empat hari di pertengahan Mei, saya habiskan dengan menonton film. Salah satunya yakni The King Speech. Bercerita tentang Raja George VI, si gagap yang mau tak mau harus menerima tahta.
  Film yang di angkat dari kisah nyata ini memang tersaji dalam tampilan yang tidak membosankan. Cerita yang unik, gambar yang segar membawa para penonton dalam rasa lucu yang berubah menjadi haru.
  Awalnya ketika mendengar seorang pemimpin berbicara gagap memang terasa lucu, tapi setelah penterjemahan cerita membawa penonton menelusuri sebuah pilihan hidup yang menjadi sulit karena gagapnya seorang pemimpin maka keadaan menjadi haru dan sangat menyentuh hati.

Ini Melayu Ncik..


  Rabu (18/5) pagi adalah waktu yang paling dinanti. Terutama untuk kedua pasang calon wali kota Pekanbaru 2011-2016, Ir Firdaus MT-Ayat Cahyadi dan Septina Primawati Rusli-Erizal Muluk.
  Helat akbar, Pemilukada,dilangsungkan, dengan jumlah pemilih 536.113 di 1.250 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di Pekanbaru.
  Awalnya, aku tidak tertarik dengan Pemilukada.Apalagi sejak jauh hari, calon  kuat Firdaus sudah melakukan sosialisasi.
  Tetapi menjadi tertarik, ketika istri Gubernur Riau yang masih aktif HM Rusli Zainal, Septina, bertarung.
  Menurut pengakuan Firdaus, ia merupakan kader dari wali kota Pekanbaru, Herman Abdullah dan Rusli Zainal. Dia digadang-gadangkan jadi calon tunggal wali kota, dengan salah satu prasyarat wakilnya adalah Septina.
  Firdaus setuju saja atas usulan seniornya tersebut. Apalagi Rusli memberinya jabatan strategis yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum Riau. Tujuannya, tempias dari uang proyek multiyears milik Gubernur bisa disisihkan untuk dana kampanye.

Manusia Terpilih

Tuk kawan-kawan korban perceraian kedua orang tua.

  Mungkin kamu malu atau minder dengan keadaan keluargamu. Berbeda dengan temanmu yang mempunyai keluarga utuh, keluargamu berantakan. Ibumu dimana, ayahmu juga dimana.
  Kamu mungkin tak banyak bicara ketika di sekolah. Lebih banyak berdiam diri, dan takut temanmu akan menertawakan hidupmu.
  Tak banyak yang mengerti, mengapa kamu bertingkah aneh. Bahkan terkadang dianggap suka cari perhatian (caper). Itu wajar, karena mungkin saja kamu kurang perhatian.
  Menganggap bercerita soal keluarga adalah masalah tabu. Dan suka menyendiri. Kamu berpikir, mereka (teman bahkan lingkungan) tak mengerti dirimu.

Minggu, 08 Mei 2011

Selamat Datang di Susdape XVI

  Jumat pagi, pekan terakhir April, langit Jakarta mendung. Aku melihatnya dari lantai 19 Wisma Antara.
  Kamis malam, aku baru sampai di Jakarta dan langsung paginya berangkat ke Jakarta. Di depanku, duduk Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) ANTARA, Rajab Ritonga, Direktur Pemberitaan, Syaiful Hadi, Manajer LPJA, Maria Andriana, dan lainnya.
  Mereka bertanya tentang apa motivasi ingin menjadi wartawan maupun latar belakang pendidikan.
  Yah, aku dan 14 orang lainnya merupakan  peserta Kursus Dasar Pewarta (Susdape) Angkatan XVI. Kursus ini, tidak selalu ada setiap tahun. Kapan ANTARA membutuhkan karyawan baru diadakan.   Diantara teman-temanku, ada cucu dari pendiri ANTARA, Adam Malik yakni Siti Adwiyah Marpaung. Lainnya, merupakan lulusan universitas terkemuka di Indonesia, ada Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada maupun Universitas Pendidikan Indonesia.

Rabu, 04 Mei 2011

Jikalau

  Aku berdiri di tengah, diantara 20 pasang mata yang memandangku. Mereka menatapku dengan penuh keyakinan. Akupun begitu, menatap optimis mereka.
 Terkadang bergerak kesana kemari, memenuhi sudut ruangan. Berbicara panjang lebar, tentang jurnalistik, tentang hidup atau tentang apa saja yang membuat mereka berminat.
  Tak jarang, mereka mengacungkan tangan. Mengeluarkan apa yang ada di kepala mereka. Mereka siswa Kursus Dasar Pewarta (Susdape) XXV sangat kritis. Aku bangga pada mereka.
  Yah, aku berada di gedung Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara (LPJA). Menjadi salah seorang staf pengajar di sekolah jurnalistik tersebut.
  Padahal 20 tahun lalu aku satu diantara mereka. Duduk di kursi yang sama dan belajar yang sama pula.
  Selama 20 tahun pula, aku telah kaya akan pengalaman. Tidak terlalu kaya sebenarnya. Tapi cukuplah untuk dibagi.
  Sebelumnya, aku hanya pewarta. Tertarih-tatih membangun karir mulai dari nol. Bukan kerabat dari siapa-siapa atau anak siapa. Aku berjuang dengan diriku sendiri.
  Aku sadar, bahwa diriku ditakdirkan sebagai pejuang. Sedari kecil, sudah berjuang mempertahankan hidup, berjualan kesana kemari. Ataupun menjadi pekerja serabutan demi membiayai kuliah. Perjuangan yang tak kenal lelah, walaupun terkadang membuat letih.
  Sebagai pewarta,aku terus berjuang. Memperjuangkan hak masyarakat yang terbelengu. Banyak ketidakadilan di negeri kaya Sumber Daya Alam (SDA) dan masalah ini. Hak masyarakat yang tercerabut dari tanahnya sendiri. Permainan kotor para politikus hingga korupsi yang merajalela mulai dari kelurahan, pemerintah daerah hingga pemerintah provinsi.

Selasa, 03 Mei 2011

Tiara

 Suatu sore, di pekan ketiga April telepon selulerku berdering. Waktu itu, aku sedang berada di Cilegon, setelah pulang rakernas di Yogyakarta. Tepatnya berada di sebuah cafe bersama ketua angkatan Teknik Industri Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Iwan. 


  Layar telepon selulerku menunjukkan nomor yang tidak dikenal. Namun dari kode wilayahnya, aku tahun itu berasal dari Jakarta.


  "Hallo selamat siang, ini Indriani?" tanya suara perempuan dari seberang sana.


  "Ya, ada apa ya mba?," aku bertanya balik.