Minggu, 17 April 2011

Juda

Juda dan Qoni
  Juda adalah keponakanku yang pertama. Ia merupakan anak pertama dari sepupuku yang berasal dari pihak ayah, Ides. Karena sejak kecil aku menetap di rumah ayahnya, otomatis aku sudah menganggap kalau ayahnya sebagai abangku.
  Umur Juda 10 tahun 9 bulan. Akhir Juli mendatang, ia akan berumur 11 tahun. Sekarang ia duduk di kelas 5 SDN 001 Air molek.
  Juda merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya, Qoni berumur 6 tahun, masih menikmati masa di Taman Kanak-kanak.
  Kemarin, ketika aku pulang ke Air Molek, Juda belum pulang dari les mata pelajaran. Hanya Qoni, yang menyambutku di ruang tengah ruko milik abangku.
  Saat pulang, ia menenteng kedua sepatunya. Bajunya berantakan, penuh tanah di sekelilingnya. Ditambah lagi, baunya minta ampun.

Air Molek

  Air Molek merupakan sebuah kota kecil yang terdapat di Kabupaten Indragiri Hulu. Tepatnya di Kecamatan Pasir Penyu.   Walau kecil, Air Molek sudah terkenal sejak dahulu karena kekayaan kandung mineral dibawah tanahnya. Selain itu, perkebunan sawit dan karet juga banyak di  kota kecamatan itu.

  Banyak yang rancu menyebut Air Molek berada di Malaysia. Hal itu, karena nama tersebut juga merupakan sebuah kota di Malaysia. Tepatnya di Melaka.


  Aku menghabiskan 13 tahun hidupku di kota ini. Kota kecil ini seakan menjadi bahagian hidupku.


  Air Molek terus berbenah sesuai namanya. Perkembangan cukup pesat. Ruko-ruko mulai dibangun. Jalan pun mulai diperlebar.


  Siang-malam kota ini terus hidup. Terutama di pasar-pasar. Sejak 2005 lalu, pasar Air Molek terbagi dua pasar lama dan pasar baru.


  Kalau mau belanja murah ya di pasar baru. Tetapi di pasar lama, lebih lama bukanya tapi agak mahal harganya.

Kisah Mengharukan Si Gajah Liar


  "Tuk...bangun Tuk," teriak Ilham (8 tahun) bocah siswa kelas II salah satu SD negeri di Duri, Bengkalis, Riau di tengah kerumunan.

"Bangun Tuk, kasihan anakmu," teriak Ilham terus memanggil tetapi Tuk hanya diam tak beranjak dari tengah jalan dan menjadi tontonan banyak warga.

Tuk atau Datuk merupakan panggilan kehormatan bagi gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumteranus) di Riau.

Induk gajah liar itu mencoba bangkit tetapi sia-sia.

Ia tak kuasa mengangkat badannya yang berbobot lebih dari satu ton. Belalainya hanya mampu bergerak perlahan. Panas terik menjadi salah satu penyebab dia sulit bergerak.


Menyuapi Gajah Dan Eksotisme Hutan Tropis TNTN

   Riau, sebuah provinsi yang terkenal akan kekayaan sumber daya alam (SDA), ternyata menyimpan potensi besar untuk dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata alam yang menarik.
        Ya, salah satunya di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang terletak di Kabupaten Pelalawan. TNTN ini memiliki potensi SDA cukup potensi untuk dikembangkan.
        Sejak diresmikan pada 19 Juli 2004 menjadi Tesso Nilo yang mempunyai luas 38.576 hektare, kalah dengan hingar bingar objek wisata lainnya di Indonesia.
        ANTARA bersama rekan media lainnya beserta supporter kehormatan WWF, Nadine Chandrawinata berkesempatan mengunjungi kawasan tersebut selama dua hari, Rabu (13/4) dan Kamis (14/4) lalu.
        Taman nasional yang diapit sungai Tesso dan Nilo ini berjarak sekitar 180 kilometer dari ibukota provinsi Riau, Pekanbaru. Perlu waktu sekitar empat jam perjalanan menuju kawasan tersebut.
        Perjalanan tidak mudah karena tidak akses transportasi. Lokasi tersebut dapat ditempuh dari Pekanbaru ke Simpang Ukui dengan menggunakan bus lintas Sumatera atau menggunakan travel.
        Sepanjang jalan lintas timur yang mulus, anda akan disuguhkan dengan pemandangan sawit milik sejumlah perusahaan dan masyarakat di daerah tersebut.
        Memang Riau, yang terkenal dengan kandungan minyak bumi di bawah tanah juga terkenal minyak di atas tanah yakni kelapa sawit. Pohon sawit di daerah itu bagaikan "putri Melayu" berbapung di terik matahari.