Jumat, 21 Desember 2018

Om Tatam

Om Tatam sakit, saya sedih sekali. Om Tatam kini hanya bisa terbaring di atas tempat tidur. Dengan selang di sekujur tubuhnya. Sedih sekali...

Om Tatam nama aslinya Bachteraruddin. Sebenarnya, saya tak punya pertalian darah dengan dia. Tapi saya dekat dengannya. Saya pernah tinggal setahun di rumahnya di Meruya saat duduk di kelas tiga SMA. Saat itu, saya slek dengan ibu tiri. Om Tatam kemudian bilang, suruh saya tinggal di rumahnya.

Sabtu, 01 Desember 2018

November 2018

Saya tidak tahu, ada apa dengan November kali ini. Mengapa banyak kejadian yang menurut saya, menyentuh perasaan saya. Dimulai dari ada teman yang sangat iri dengan penghargaan yang saya raih. Hingga penolakan dari keluarga sendiri.

Bermula dari kedatangan saya ke acara pernikahan adik saya. Kami (saya, suami dan Nana) datang ke Sumatera Barat. Meski sebenarnya berat, karena biaya yang dikeluarkan tidak sedikit. Sedikitnya saya menghabiskan uang Rp10 juta untuk hadir ke acara itu.

Saya pikir tak apalah, kapan lagi bisa hadir di pernikahan adik sendiri. Tapi ternyata, yang saya dapatkan adalah wajah-wajah yang tak bersahabat. Saya sedih sekali.

Dulu sekali, ketika saya berumur tiga tahun. Saya sering mendapatkan penganiayaan fisik. Saya dipukul dan diseret. Hingga kemudian, keluarga ibu saya "membuang" saya dari daftar keluarga dan mengantarkan saya ke nenek dari bapak. Saya merasa sedih saat itu, tidak lagi berada di keluarga itu.

Ketika saya lulus sekolah, saya mulai mencari asal usul saya. Saya datang kembali ke keluarga itu. Hingga kemudian, ketika pernikahan Os, saya sadar saya memang tidak diterima di keluarga itu.

Tak ada satupun foto saya bersama mereka yang diunggah di media sosial. Begitu juga dengan Os. Entahlah, saya sedih sekali.

Sebagai kakak, saya memang tak sempurna.banyak kesalahan yang saya perbuat. Tapi saya masih memiliki kepedulian. Entahlah, yang pasti saya tak mau lagi berurusan dengan keluarga itu.

Senin, 26 November 2018

Tak Berarti

Adakah kesedihan melebihi saat ini? Saya kira tidak. Ini lebih sedih dari air mata yang jatuh ke dalam.

Ketika semua usaha tak dianggap, di situ kadang saya harus menyerah. Saya harus katakan saya menyerah.

Saya tak akan berupaya lagi untuk mendekatkan diri saya dengan keluarga dari pihak ibu. Tak akan pernah bisa. Keluarga yang tumbuh bersama kebencian yang disemai di setiap insan. Saya lelah.

Saya tak pernah dianggap ada. Semua usaha saya selalu dinilai salah. Semua pengorbanan saya dianggap sia-sia.  Uang habis, badan lelah yang ada hanya caci maki.

Saya tak pernah dianggap ada. Saya bukanlah bagian dari keluarga mereka. Meskipun pertalian darah mengikat kami. Tapi saya tak pernah dianggap.

Saya ingat, dulu pertama kali bertemu dengan  etek nen yang di Padang, dia tak pernah menanyakan kabar saya. Tidak datang ke pesta pernikahan saya. Tidak pernah melihat anak saya, padahal saat itu hanya berjarak puluhan kilometer saja dari saya.

Kemarin, ketika pernikahan adik saya. Saya salah, saya datang terlambat. Hingga kebencian tampak di wajah mereka. Sudahlah, saya lelah

Minggu, 11 November 2018

Buat Apa?

Seorang mengadu pada saya, jika si anu iri pada saya? Saya hanya tersenyum dan tidak tahu harus melakukan apa. Lagipula saya tidak peduli, hidup saya bukanlah untuk menyenangkan hati semua orang.Memang sedikit egois, tapi siapa peduli.

Saya terlalu sibuk untuk memikirkan banyak hal. Setiap pagi saya memasak, mengurus anak, bekerja, belajar, menemani anak belajar, menjalani kewajiban sebagai istri, beribadah. Hingga saya tak punya waktu untuk memikirkan pendapat orang lain.

Toh, kalaupun itu orang menghalangi jalan saya. Siapa yang peduli? Saya bisa mencari jalan lain. Hidup ini tak rumit sebenarnya, cukup berbuat sajalah. Maka semesta akan berpihak pada mu.  Stay positive

Sabtu, 29 September 2018

Tips Hemat Di Singapura

Singapura, negara kota yang persis berhadapan dengan Provinsi Kepulauan Riau, tidak hanya dikenal sebagai negara denda tetapi juga negara dengan biaya hidup yang mahal.

Survei yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit's (EIU) pada 2017 menyebutkan Singapore termasuk ranking teratas untuk tingginya biaya hidup. Terutama bagi para ekspatriat.

Apalagi bagi kita yang berasal dari Indonesia, yang mana rupiah amat sangat lemah. Dalam satu bulan, rate nya bisa berubah drastis. Contohnya, saya ketika menginjakkan kaki di negeri singa ini pada pertengahan Juli 2018, nilai tukar SGD ke IDR sekitar Rp10.500, namun sekarang pada akhir September 2018, nilai tukarnya meningkat menjadi Rp11.000. Apalagi kalau gajinya dalam rupiah. Sedihnya hati ini. Hiks.

Sabtu, 14 April 2018

Selamat Milad Nana

Tak terasa ya nak, umurmu menginjak lima tahun. Ibu masih ingat tiap detik di malam itu saat melahirkan kamu. Rasanya seperti apa. Tak perlu ibu jelaskan, toh kamu perempuan dan akan merasakan hal yang sama. Sudah kodrat kita nak, sebagai perempuan. Menstruasi, melahirkan dan menyusui. Setinggi apapun jabatan atau setinggi apapun pengetahuanmu, kita tetaplah perempuan nak.

Nak, ibu minta maaf belum menjadi ibu yang sempurna untukmu. Ibu tak bisa menemanimu di setiap harimu. Peran ibu, banyak digantikan nenek. Maafkan ibu nak. Ibu tak perlu pembelaan akan hal itu, karena ibu memang salah. Waktu yang tak pernah kembali dan ibu menyesali kenapa engkau cepat sekali besar.

Minggu, 04 Maret 2018

Cerita Tentang Mba Rini

Tadi pagi, sehabis Shubuh saya teringat dengan Mba Rini, senior saya di kantor. Saya kemudian mengirimkan pesan WA kepada dia, menanyakan kabar dan sampai sekarang belum dibalas. Semoga dalam keadaan baik-baik saja.

Kemarin juga pas outing kantor di Puncak, saya juga tidak melihat dia. Sebenarnya saya tidak akrab, cuma beberapa bulan ini sering ketemu. Saya lihat mukanya kuyu, pucat dan seperti tidak punya semangat hidup.Pernah saya tanya, mau kemana mba. Dia jawab mau ke RSCM, ada sesuatu dengan kepalanya. Saya katakan, semoga tidak kenapa-napa, lalu dijawabnya dengan tersenyum.

Tahun baru lalu, saat saya menunjukkan gejala sakit. Mba Rini yang memberi perhatian, padahal saat itu saya tugas piket tahun baru dan juga siaga. Kata dia, kesehatan lebih penting dan saya harus segera ke dokter. Dan benar, tepat sehabis siaga dan saat malam tahun baru saya sakit dan harus dirawat selama lima hari di rumah sakit.

Pertengahan bulan lalu, saat saya piket dan kebetulan mba Rini menjadi redakturnya. Dia cerita kalau sebenarnya dia terkena kanker otak.. Saya kaget, tapi ya mau bagaimana. Penyakit datang tanpa diketahui penyebabnya. Itu diketahuinya ketika bertugas di Beijing. Dokter di sana, divonis hanya tinggal beberapa bulan saja hidupnya. Duh dokter, sudah macam Alloh saja ya. Jangan nambah rukun Iman dengan percaya dengan dokter spesialis ya guys...

Ia juga merasa di sana seperti dibuang, tanpa adanya perhatian dari pihak perusahaan. Mungkin kalau menurut saya, karena mba Rini masih single dan keluarganya pun jauh dari dia. Jadi ketika sakit dan membutuhkan banyak perhatian dari orang yang disayang, dia justru sendirian di negeri orang.Saya tak bisa membayangkan jika dalam posisi dia.

Lalu, ia pun kembali ke Indonesia. Menjalani pengobatan dan semuanya berjalan dengan baik. Ia juga jalani pengobatan alternatif dengan ustadz. Menurutnya kondisinya semakin membaik. Alhamdulillah. Lepas dari semua itu, kami menyadari bahwa apa yang selama ini dicari entah itu jabatan, prestasi ataupun harta duniawi tak ada artinya, karena nanti yang menjadi bekal adalah amal soleh kami, amal yang kami torehkan. Kami banyak bercerita sambil makan pindang patin. Kami juga bercerita betapa baiknya Alloh SWT pada kami sehingga memberikan penyakit sebagai pengingat. Penyakit yang entah darimana datangnya, dan tiba-tiba dikasih saja oleh Alloh begitu saja. Ini anugerah, karena Alloh sayang kami. Sama dengan kisah Jubir BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, yang tiba-tiba terkena kanker paru stadium lanjut padahal dia selalu hidup sehat. Penyakit datang dengan cara tak terduga-duga...ya kan. Kembali ke mba rini, semoga kenapa-napa. Aamiin.


Perempuan

Perempuan,
Meski saya berjenis kelamin perempuan terkadang saya merasa jengah juga dengan makhluk bernama perempuan. Makanya saya tidak menikah dengan perempuan, tetapi lelaki. hehe
Sebenarnya ini ungkapan kekecewaan saya, terhadap sahabat saya yang menggugat cerai suaminya. Sebut saja namanya Melati. Melati sudah menikah dengan suaminya sejak 2013. Lumayan lama, sudah punya rumah di kota asalnya dan juga kendaraan. Bisa dikatakan akar muasalnya perceraiannya karena masalah ekonomi. Yah masalah ekonomi. Si perempuan merasa lelah menjadi tulang punggung, sementara si lelaki enak-enak saja berada di kontrakan tidur-tiduran dan kemudian marah-marah. Perbedaan etnis juga mempengaruhi, si suami Batak dan yang perempuan adalah Jawa yang halus.

Menikah itu rumit sebenarnya, jika tidak tujuannya apa. Tapi kalau tujuannya ingin ke surga, maka semua masalah akan dilewati dengan mudah. Singkat cerita, awalnya suaminya punya karir cemerlang sebagai peneliti di universitas top. Kemudian dia berkenalan dengan temannya orang Malaysia dan kemudian memutuskan menjadi pengusaha saja. Sang lelaki beranggapan jika dia tetap menjadi peneliti, maka peluangnya menjadi orang kaya menjadi kecil, bagaimana bisa membahagiakan keluarga besarnya yang hidup susah di kampung.

Kamis, 15 Februari 2018

Duh Nana

Mungkin kemarin, di saat hari kasih sayang katanya 14 Februari 2018 adalah hari yang buruk bagi Nana. Saya baru ingat jika baju olahraga yang seharusnya dipakai ke sekolah ternyata masih di laundry. Ia pun kemudian dengan males-malesan memakai baju bebas pergi ke sekolah. Awalnya dia enggan, dan bilang mau bolos saja. "Nana pura-pura sakit aja bu", duh anak 4,5 tahun punya pikiran macam itu. hehe

Jumat, 02 Februari 2018

Kita Hanya Perlu Taat

Setelah pencarian sekian lama, mungkin 20 tahun terakhir. Akhirnya saya mengetahui jawaban, dalam hidup. Hanya taat, ya hanya taat saja pada Tuhan yang menciptakan mu. Alloh SWT.
Dulu, saya pernah bertanya sama nenek saya. Waktu kelas satu atau SD. Nek, apakah Tuhan itu punya ayah dan ibu. Sayangnya waktu itu nenek saya tak bisa menjawabnya dengan baik.
Lalu, ketika kelas 5 SD,baca cerita nabi-nabi, saya merasakan ketidakadilan. Bagaimana ga adil, Nabi dan rasul yang mempunyai mukjizat dan kemudian dijamin masuk surga. Enak banget ya. Ga kaya manusia biasa yang harus berjuang lebih dahulu.
Padahal tidak, Nabi Muhammad SAW misalnya. Mungkin beliau adalah orang paling menderita di dunia ini. Yatim sejak lahir. Ibunya meninggal ketika kecil. Lalu disusul kakeknya. Diasuh pamannya Abu Thalib.
Menikah juga tidak dengan perawan, tapi janda. Tentu saja janda terhormat. Punya tujuh anak, yang mana enam anak meninggal duluan. Hanya Fatimah yang hidup lebih lama sedikit dibanding Rasul.
Lalu ketika menyebarkan agama Islam, diteror diancam bahkan dicari mau dibunuh. Duhai Nabi, tak sangguplah kami jika mendapat cobaan seperti Engkau.
Lalu, dalam perjalanan panjang saya. Mungkin bergelimang dosa. Saya mulai iri dengan teman-teman saya yang hidupnya mudah saja. Bayangkan meski lulus lambat, tapi kerja di perusahaan bergengsi kemudian menikah dan punya anak. Bahagia.

Sabtu, 27 Januari 2018

Rencana Pengobatan Sindrom Nefrotik

Seperti janji saya sebelumnya, saya akan menulis mengenai rencana pengobatan Sindrom Nefrotik yang berasal dari Dr Wee Tuang Hong. Seorang nefrologis, yakni dokter penyakit dalam yang khusus mempelajari ginjal dan fungsinya. Beliau praktik di Mahkota Medical Hospital, Melaka, Malaysia.

Singkat cerita, ia meminta saya untuk menceritakan kronologis penyakit yang saya derita. Saya katakan, saya mulai merasakan penyakit saya itu sejak awal November 2017. Berawal dari kecurigaan sahabat saya, Mami Tri, karena kaki saya bengkak. Saya merasa tak apa-apa, dan berpikir bahwa semua ini karena masalah kelenjar tiroid (hipertiroid) yang saya derita sudah membaik dan efeknya berat badan saya naik. Memang pada saat itu, kelenjar tiroid di leher saya tak lagi bengkak.

Dilihat satu minggu, dua minggu, kaki makin bengkak. Kemudian sahabat-sahabat saya menyarankan ke dokter untuk periksa ginjal. Saya bertanya pada sahabat saya sejak SD yang kini jadi dokter residen di RS Sardjito, ia menyarankan saya untuk cek darah yakni ureum dan kreatinin.

Saya kemudian cek darah ureum dan kreatinin, kemudian bikin jadi urologist, Dr Charles Hutasoit. Saya ceritakan keluhan saya soal kaki bengkak. Ia kemudian melakukan USG Ginjal, Alhamdulillah hasilnya normal. Kemudian ia juga menyarankan saya untuk cek urine lengkap. Pada saat ke dokter Charles berat badan saya sudah naik ke 48 kilogram, dari semula 43-44 kg.  Saat mau pulang, saya bertanya apakah ada kemungkinan bengkak di kaki ini karena cairan infus? Pada Oktober lalu, saya memang dirawat tiga hari karena tifus dan menghabiskan enam botol cairan. Dokter jawab bisa jadi.

Jumat, 26 Januari 2018

Bedanya Dokter Indonesia dan Dokter Malaysia, Ikhtiar Pengobatan Sindrom Nefrotik

Kembali ke ikhtiar saya, dalam pengobatan penyakit saya Sindrom Nefrotik atau yang dikenal dengan ginjal bocor. Sebenarnya bukan pengobatan sih alasan saya datang ke negeri jiran ini, tepatnya malah mencari pendapat kedua setelah tak mendapat penjelasan yang memuaskan dari dokter di Indonesia.

Pagi sehabis sarapan roti canai di kedai India, kami berangkat ke Mahkota Medical Center. Jaraknya paling sekitar 30 meter saja dari hotel. Dulu pas nganter emak berobat ke sini, belum ada hotel Hatten. Sekarang sudah ada hotel megah di kawasan ini.

Sesampai di lobby,liat yang antre di lantai dasar cukup ramai. Kami memutuskan naik ke lantai satu, dan benar hanya ada satu antrean saja. Di rumah sakit ini, pelayanannya ramah dan sangat membantu jika ada yang membutuhkan informasi. Nama-nama dokter dan keahliannya terpajang di layar yang ada di sudut ruangan.

Kami mendaftar, bayar RM4 saja. Saya memutuskan untuk bertemu dengan dokter endokrin dan dokter penyakit dalam dengan keahlian ginjal, atau yang disebut dengan nefrolog. Untuk endokrin, saya bertemu dengan Dr Lim Shiang Chin. Dokter perempuan, masih muda dan China Malaysia. Ia dokter lulusan Universiti Kebangsaaan Malaysia, yang kemudian mengambil spesialis di kampus bergengsi di MRCP di Inggris.

 Untuk nefrolog, saya bertemu dengan Dr Wee Tuang Hong yang juga lulusan Inggris. Umurnya mungkin diatas 50 tahun dan banyak pengalaman.

Jam delapan tepat, kami mulai antre. Di sini, praktik dokter tidak tersentralisasi di rumah sakit.. Namun dokter yang membuka praktik sendiri di rumah sakit. Jadi ada ruangan yang cukup luas untuk tiap ruang kliniknya. Ada bagian administrasi dan ada juga yang bagian farmasi. Pembayaran untuk konsultasi dan pengobatan cukup di ruangan itu saja. Kecuali untuk laboratorium, pembayarannya baru ke rumah sakit. Itupun ada di setiap lantai. Jadi tak perlu ke lantai dasar (biasanya kalau di Indonesia).


Dokter yang saya datangi dulu adalah Dr Lim Shiang Chin. Dokter praktik pukul 8.30, namun pukul 8.15 dokter sudah datang dengan langkah sambil menenteng tasnya. Dokternya masih muda, imut dan berambut panjang yang tergerai. Tapi jangan tanya pasiennya, membludak. 90 persen adalah orang Indonesia dengan keluhan beragam mulai dari diabetes, tiroid dan masalah lainnya.


Tak lama, setelah saya kasihkan form pendaftaran, suster panggil saya. Nanya hasil laboratorium terbaru dan kemudian cek berat badan dan tensi. Karena saya baru diopname dua minggu lalu, hasil lab saya masih bisa dipakai. Biasanya untuk tiroid cek darah per tiga bulan.

Setelah menunggu hampir satu jam setengah (pasiennya banyak), tibalah giliran saya. Dokter tersenyum melihat kami dan mempersilahkan duduk. Saya duduk di kursi yang ada di depan meja dokter. Dokter Lim suruh saya pindah duduk, ke dekat dia. Di ruangan itu juga ada tempat tidur.

Di dalam ruangan, tak ada suster yang menemani. Ia tanya bagaimana keadaan saya, kronologis penyakit saya. Saya ceritakan semuanya termasuk konsumsi obat apa. Saya bilang, saya nakal karena saya putus minum obat setelah satu tahun, kemudian pindah dokter lalu minum obat dan kemudian makan obat lagi.

 Saya divonis hipertiroid pada 2015, emak saya heran mengapa leher saya membesar. Saya juga merasakan cemas dan jantung berdegup kencang. Awalnya saya ke dokter di Awal Bross Tangerang, kemudian pindah ke Dokter Susilowati di Siloam Kebon Jeruk, kemudian ke Prof Slamet Suyono yang katanya ahli tiroid. Tapi dari semuanya saya kurang mendapat penjelasan dan ya itu harus minum obat seumur hidup.

Kembali ke dokter Lim, setelah mendapat penjelasan saya. Ia kemudian nanya sekarang minum obat apa. Saya bilang Thyrozol 10 mg, satu kali sehari. Itupun setelah saya diopname. Ia tersenyum dan kemudian berlutut di depan saya. Dia angkat kaki saya, dan kemudian mengecek setiap detil kaki saya, apa ada varises. Sumpah saya kaget. Kemudian tangan dikedepanin, untuk mengecek apa ada tremor. Dr Susilowati, juga detil seperti Dr Lim, tapi tetap dibantu perawat.

Senin, 22 Januari 2018

Perjalanan Ke Melaka, Ikhtiar Pengobatan Sindrom Nefrotik

Setelah kecewa dengan penjelasan dokter di Indonesia, saya ingin mencari second opinion. Saya teringat pernah mengantar emak berangkat ke Melaka, Malaysia, tepatnya di Mahkota Medical Center pada 2007.
Waktu itu, emak operasi katarak. Setelah ada malpraktik yang dialaminya setelah operasi katarak di Padang. Di Padang, biayanya memang murah Rp5-7 juta, tapi penyembuhannya hingga sebulan. Bolak balik ke klinik mata yang dimiliki dokter asal Bogor itu.
Di Melaka berbeda, diperiksa sana dokter, cek tensi, kemudian rawat inap dan selanjutnya langsung operasi mata. Semua prosesnya hanya setengah hari. Kemudian setelah operasi, dikasih penutup mata agar mata tidak kena air sehari semalam. Besoknya, kami bisa jalan jalan ke Kuala Lumpur. Pengalaman pertama ke luar negeri juga ketika itu.
Awalnya, saya pengen berangkat ke Melaka pada Desember 2017. Abang saya pun udah kasih uang buat berobat, tapi keburu tumbang dan dirawat di RS di Jakarta.
Setelah agak mendingan, saya beragkat ke Malaysia ditemani suami. Cari tiket murah, dapat harga Rp2,3 jt PP, berangkat pakai Air Asia pulang dengan Lion Air.
Kami berangkat pesawat jam dua, sambil menunggu suami yang datang dari Balikpapan. Pesawat telat setengah jam.
Sampai di KLIA 2,  jam 6 sore. Kami langsung cari tiket bus ke Melaka, tepatnya Mahkota Medical Center.  Ternyata, bus ke Mahkota ada jam 22.15.
Ada bus lain tapi pukul 20.45 tujuan ke Melaka Sentral. Saya pikir, kalau ke Melaka Sentral agak ribet karena harus naik taksi dengan harga sekitar RM20 atau Grab RM10. Tapi berhubung, kami belum beli SIM card akhirnya naik bus aja ke Mahkota dengan biaya RM35.
Sambil menunggu bus, kami pun makan kari di food court basement KLIA2. Dekat nunggu bus. Harganya murah pakai jari ayam hanya RM5 , terus suami makan Briyani kambing dengan harga RM12.

Pengalaman Pengobatan Sindrom Nefrotik (1)

Saya baru mengetahui, saya menderita Sindrom Nefrotik atau kelainan pada ginjal ketika dirawat inap selama lima hari di rumah sakit swasta besar di bilangan kebon jeruk. Salah satu milik taipan l*PP*, yang menurut saya menang fasilitas doank tapi kalah dalam pelayanan dan kualitas dokter.
Sindrom Nefrotik itu sebenarnya kelainan pada ginjal, jadi ginjal seharusnya bisa menyaring protein dan menyalurkannya ke seluruh tubuh, ini malah ga. Ginjal ga bisa menyaring protein dengan baik dan keluarlah lewat urine. Kondisi ini disebut dengan proteinura.
Jadi sehari dirawat, dokter penyakit dalam yang menangani yakni dokter Chandra W*g*n* vonis saya kena penyakit yang dikenal dengan masyarakat awam ginjal bocor ini. Gejalanya badan saya bengkak penuh air, kadar albumin dalam darah amat rendah, kolestrol tinggi, dan urine sy mengandung protein.
Berat badan saya normalnya 43-45 kg, naik menjadi 56 kg. Perut saya gendut seperti orang hamil. Untuk jalan aja susah, apalagi solat. Saya sampai solat sambil duduk karena kaki ga bisa dilipat.
Dengan penuh keyakinan itu dokter dan masuk sambil bilang kondisi saya cukup parah karena empat kondisi itu ada pada saya. Penjelasan singkat lima menit kemudian dia pergi dan kembali besok lagi. Begitu seterusnya.  Dia bilang ada hubungannya dengan riwayat penyakit saya sebelumnya hipertiroid, yang katanya harus minum obat seumur hidup. Oke deh.
Hampir semua informasi yg sy dapatkan dari dokter ini bisa ditemui di Google, misalnya sakit ini kalau tidak ditangani bahaya bikin gagal ginjal. Penyakit ini disebabkan oleh autoimun. Ia juga bilang, dalam hitungan bulan saja bisa bikin gagal ginjal. Kalau menurut saya dan suami , lebih tepat disebut dokter google.
Dokter itu kemudian meminta bantuan dokter T*ga Simatupang, seorang nefrolog di rumah sakit itu. Nefrolog itu dokter internis yang ambil spesialisasi ginjal.
Dokter yang ini sungguh tidak banyak bicara dan hanya sebentar di kamar. Tak banyak bicara kondisi saya, padahal pada saat itu sebagian tes darah, ronsen dan USG sudah keluar.
Dirawat empat hari tidak ada perubahan. Pihak RS hanya fokus mengurangi demam dan mual saya.
Hari keempat baru disuntikkan lasix cair, semacam obat pengurang cairan dalam tubuh. Itu juga harus menunggu hingga setengah hari karena menunggu obatnya ga ada di RS itu.
Di rumah sakit, berkali-kali jarum infus berpindah karena tangan saya bengkak penuh air.
Setelah disuntik lasix, saya pipis hampir tiap dua jam dengan banyaknya air sekitar 600 mililiter setiap kalinya. Sehari disuntik lasix berat badan saya berkurang lima kilogram.
Hari kelima saya minta pulang, suasana rumah sakit tidak kondusif. AC sentral bikin saya kedinginan dan batuk saya menjadi-jadi. Dokter bilang hasil USG abdomen, cairan udah masuk ke rongga paru makanya batuk batuk.
Awalnya dokter tak mengizinkan, apalagi saya demam paginya dan dikasih obat demam. Tapi saya maksa, di sini malah bikin saya tambah sakit dok. Akhirnya dia ngalah, dan saya harus tanda tangan karena memaksa pulang. Ga masalah.
Dokter Chandra bilang saya harus kontrol hari Selasa. Dikasih obat Lasix Fumoside cair, kemudian obat antibiotik, antikolestrol, obat tidur dan lectonal buat ginjal.  Ia juga bilang saya ga usah makan garam dan batasi air seliter aja sehari. Kurangi makan protein dll.

Minggu, 21 Januari 2018

Ribetnya Pakai Paspor Elektronik

Beberapa hari lalu melancong ke negeri tetangga. Tepatnya bukan pure melancong, melainkan berobat. Untuk pertama kalinya, paspor elektronik yang jadi pada November lalu digunakan.
Paspor elektronik itu paspor yang ada chip di sampul depannya. Sampul covernya agak keras dibanding paspor biasa dan juga menurut saya riskan sobek. Isi dalamnya okelah, warna warni menampilkan ciri khas Indonesia.
Sampai di bandara CGK, chekin beres kemudian imigrasi. Di sinilah letak perbedaan yang autogate (yang menggunakan paspor elektronik) dan yang tidak.
Kalau pakai paspor elektronik, ga perlu ikut antrean panjang banget. Ga gabung sama rombongan umroh, yang kadang bikin kaki pegel ngantre saking panjangnya. Dengan mudah cukup melenggang saja melewati imigrasi.
Eh melenggang, saya salah kalau bilang ini melenggang, karena sebenarnya ribet juga. Pasalnya alat pemindai tidak sensitif. Kemudian ga ada petugas yang membantu kita saat akan memindai. Adanya diujung gate.
Kemudian kalau berhasil memindai, selanjutnya sidik jari. Sidik jari yang digunakan hanya satu. Ga perlu dua jari seperti ketika berurusan dengan petugas imigrasi manual. Tapi lagi-lagi , permasalahannya adalah alatnya ga responsif. Beberapa kali coba gagal terus. Akhirnya sama petugasnya diujung disuruh scan setiap jari. Kalau dihitung-hitung, habis waktu 15 menit cuma buat itu aja.

Sabtu, 20 Januari 2018

Dikasih Sakit, Karena Tuhan Sayang (Saya dan Sindrom Nefrotik)

Bertahun-tahun lamanya, mungkin sedari kecil, nenek selalu mengatakan ketika saya sakit itu karena Alloh SWT, Tuhan semesta alam sayang kepada saya. Nalar saya tak sebeapa, tak mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh almarhum nenek.

Dan sekarang, 30 tahun kemudian. Tetap dengan nalar yang tak seberapa, saya mulai memahami. Hampir dua tahun terakhir saya mengidap gangguan tiroid. Tapi gangguan tiroid itu tetap membuat saya bisa beraktivitas seperti biasa. Jadwal kerja saya, amat padat. Liputan ke sana -sini, ke luar kota, belum lagi kerjaan tambahan dan waktu untuk anak. Semuanya membuat saya lalai dalam mempersiapkan akhirat. Padahal sesungguhnya akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya.

Lalu, awal Januari 2018 saya dirawat di rumah sakit selama lima hari. Awalnya badan saya bengkak pada November, biasanya hanya 43 kilogram naik menjadi 56 kilogram. Perut seperti orang hamil, pantat besar. Semuanya penuh air. Saya juga tidak bisa kecapekan.


Menjelang malam pergantian tahun, di tengah hiruk-pikuk meriahnya malam tahun baru, saya pun meriang yang amat sangat. Badan saya panas dingin, kepala sakit bangit dan perut  mual dan muntah-muntah.