Jumat, 10 November 2017

Membuat Berita itu Mudah

Sumpah, menulis berita atau artikel itu mudah….
Saya tak harus mengambil kuliah jurnalistik untuk bisa menulis sebuah artikel. Latar belakang pendidikan saya adalah teknik industri, yang tak memiliki kaitan dengan tulis-menulis. Namun memang saya suka membaca.
Pertama kali menulis, ketika masuk Riau Pos. Sebuah harian terbesar di Riau, kampung halaman saya. Hanya butuh waktu dua hari pelatihan, kami kemudian langsung ke lapangan. Sebegitu mudahnya kan…
Jadi begini, sebelum menulis sebuah artikel. Kita harus mengumpulkan informasi terlebih dahulu.  Misalnya, ada kecelakaan bus masuk jurang dan menewaskan 30 dari 83 jumlah penumpang.  Kita kumpulkan informasi sebanyak2nya dengan rumus 5W+1 H yakni who, what, where, when, why, how.

Rabu, 01 November 2017

Zaman Terindah Menurutku

Menurutku, zaman terindah itu pada era 1990-an  dan awal 2000-an. Kau tahu kenapa? Kau takkan pernah pusing dengan tingkah laku manusia yang tak lepas dari gadgetnya. Kau juga akan menemukan kehangatan

Kau juga takkan pusing banyaknya kabar yang direkayasa yang beredar. Dan kau juga tak perlu mendengar musik yang tak berkualitas seperti saat ini.

Kau tahu, tahu 90 an, eranya musik alternative. Zaman keemassan britpop, ada Oasis, Suede, The Cranberries, Coldplay, oh dan tentu saja Robbie William.

Pada era itu, kau tentu saja tak akan pusing dengan tingkah laku anak manusia yang penuh caci maki di media sosial. Ah kenapa saya selalu rindu akan zaman itu..


Abangku Yang Hebat

Nama abangku Dasnir, biasa dipanggil Ides. Ketika kecil, namanya sering diledekin teman-temanku, karena namanya seperti perempuan. Dan aku, adalah orang pertama yang mengajak temanku itu untuk berkelahi. Ipul, Rudi atau Ulan sudah pernah merasakan tendanganku.
Abangku ini sebenarnya bukanlah saudara kandungku. Ibunya dan bapakku bersaudara tiri. Ketika aku kecil dan ditinggalkan ibu dan bapakku,ibunya yang seorang janda berinisiatif untuk merawat aku.
Jadilah aku, anak korban perceraian yang dirawat ibu (aku biasanya memanggilnya mak) dan abangku. Abangku menggantikan figur ayah dalam hidupku.

Abangku yang hebat ini, memutuskan berhenti sekolah ketika kelas dua SMA. Ia memilih menolong Mak yang mulai renta berdagang. Setiap hari ia membuka kedai dan berjualan di pasar. Ia mengubur mimpinya sejak kecil, yang ingin menjadi tentara. Dalam benaknya, menjadi anak berbakti lebih baik daripada menjadi laki-laki berseragam.
Sedangkan aku tumbuh menjadi anak nakal. Abangku selalu mewajibkan aku untuk tidur siang. Namun karena kenakalanku aku enggan untuk tidur siang dan memilih bermain bersama Ipul dan Rudi.
Biasanya, abangku akan memanggilku dengan lemah lembut. Namun tak pernah mempan. Ia akan menaikkan suaranya agak lebih tinggi, namun aku selalu menjawab sebentar. Akhirnya ia benar-benar marah, dan aku pun benar-benar pulang ke rumah untuk tidur siang.
Ia dengan sabar, menyuruhku untuk tidur. Bahkan tak jarang, ia juga ikut tidur bersamaku. Baru setelah ia yakin aku benar-benar tidur, ia akan kembali ke pasar melanjutkan berjualan.
Kadang, aku membohonginya, begitu ia pergi ke pasar dengan sepeda balapnya, aku pun keluar melanjutkan permainan yang tertinggal. Namun tak jarang, abangku mengetahuinya.
Pernah suatu kali, ia baru saja melangkahkan pergi hendak ke pasar. Begitu aku tau, ia akan pergi, aku pun bersiap-siap bermain lagi. Baru setelah kupastikan ia pergi, aku pun beringsut keluar rumah. Dan melanjutkan bermain.
Namun malangnya, abangku tersebut ternyata tak benar-benar pergi. Melihatku kembali bermain, ia mendekatiku. Aku tahu ia marah besar, dan aku pun memilih berlari. Dengan sekuat tenaga aku berlari mengelilingi kampung, namun aku kalah dengan abangku itu. Maklum ia atlet lari waktu itu. Alhasil, aku mendapatkan satu tendangan di pantatku dan dua pukulan di pahaku.
Meski demikian,aku selalu menyayangi dan menghargainya.
Walupun aku bandel minta ampun. Namun nilai raporku di sekolah, selalu membuat dia tersenyum. Tetapi tak sepatah kata kebanggaanpun ditujukan padaku. Sebagai hadiahnya, ia memberiku uang untuk membeli nasi ramas.
Kata bangga akan diriku, baru terucap ketika aku berhasil membawa Mak berobat ke Malaysia. Ia mengaku bangga, ternyata adiknya yang bandel bisa diandalkan.
Abangku itu, merintis segalanya dari nol. Menikah dengan perempuan kaya, bukan berarti hidupnya pun berubah drastis. Pernah suatu kali, ia bercerita padaku, ia tidak tahan akan kritikan keluarga besar istrinya.Aku paham hal itu, menjadi miskin dan tak berpendidikan diantara kaya bukanlah suatu yang mudah.
Lima tahun kemudian, ia pun membuktikannya. Usahanya berhasil dan kehidupannya berubah. Kritikan dan hinaan ia jadikan cambuk untuk memacu dirinya. Hingga ia pun, bisa menyekolahkan aku. Aku bangga terhadap abangku. Abangku hebat dan aku sangat bangga punya abang seperti dia. Tetapi sayangnya, aku masih jauh dari harapnya…

Jauh

Sayang, sampai kapan kita harus berdiam seperti ini
Diammu membuat aku serba salah
Kau tahu, sayang
Kapan saat sepasang kekasih terasa sangat jauh itu
Bukan, bukan pada saat mereka terpisah jarak
Tapi saat, mereka saling berdekatan tapi saling bicara
Sayang,
Kau tahu, aku labil
Jangan permainkan aku seperti ini
Aku bisa saja marah dan membisu
Atau jadi batu
Kau pilih yang mana?

Minggu, 09 Juli 2017

Kuliah di UI itu....

Kalau ditanya kuliah di Universitas Indonesia (UI) itu bagaimana? Ribet... jawabannya. Bayangkan, saya kuliah S2 Komunikasi, kelas malam, tapi tiap pertemuan selalu ada tugas. Dalam seminggu, empat kali masuk kuliah, dan empat biji pula tugas yang harus saya bawa minggu berikutnya....

Mau kuliah aja butuh perjuangan... Pulang kerja langsung cuss lawan kemacetan di Pejompongan, Manggarai, perempatan Matraman dan Salemba. Kadang-kadang sampai Salemba, dosen udah masuk. Kuliiahnya pun sisa-sisas tenaga. Otak udah lelah. Mata sudah lima watt. Ditambah lagi tugas dan presentasi gantian tiap minggu...

Beda banget waktu saya kuliah S2 sebelumnya. Saya pernah mencicipi kuliah S2 Magister Manajemen di Universitas Riau, cuma dua semester, ga sampai lulus.Kuliah santai banget, tugas sesekali-kali. Nikmat bukan...


Kembali bagaimana rasanya kuliah di UI, ya itu berat bagi saya. Kuliah S1 saya aja ga gitu-gitu amat. Makanya waktu S1, saya banyak waktu buat main-main dan pacaran, hehe....

Tapi kuliah di UI itu, ya berat sih. Tapi ilmunya nyangkut,,hehe

Minggu, 30 April 2017

Selamat Empat Tahun Anakku

Ini terlambat sekali anakku...

Ucapan ini sungguh terlambat. Maafkan aku, ibumu yang sungguh-sungguh egois. Aku hanya berpikir tentang pekerjaanku sendiri, tentang kuliahku. Maafkan aku anakku.

Ulang tahun kali ini anakku, kita lewati tanpa tiup lilin, kue bahkan hadiah. Hanya secarik doa, yang kutiupkan atas namamu pada pagi hari. Ulang tahunmu pada tahun ini, ibu luangkan sehari bersamamu. Ibu tidak bekerja, hanya menemanimu. Ibu harap kamu tidak keberatan dengan hadiah tak seberapa artinya.

Anakku...
Jika kau hitung seberapa besar cintaku padamu, maka tak ada padanan kata yang mampu untuk mengungkapkannya. Aku pun tak mampu menemukan kata-kata yang pantas untuk itu. Anakku, semua doa yang terbaik selalu untukmu

Selasa, 18 April 2017

Makna Hidup

Acap kali saya ke daerah, saya melihat tingkat kebahagiaan mereka lebih tinggi dibandingkan masyarakat perkotaan.

Contohnya, beberapa hari lalu saya ke Pangkal Pinang , di bandara saya menemukan satu keluarga yang pergi liburan ke Jakarta. Mereka heppi heppi sekali.

Bandingkan dengan saya, muka kusut, baju itu itu aja, padahal hampir saban pekan ke luar kota. Tapi tabungan masih segitu-segitu saja. Padahal boleh dibilang, saya tak punya cicilan. Rumah , Alhamdulillah sudah ada. Kendaraan walaupun ala kadarnya pun ada. Tanah sepetak ada. Usaha ada

Duh, saya sepertinya perlu mengkaji ulang kehidupan saya di ibukota. Kalaupun kekayaan yang dicari. Tapi kenapa tidak juga melimpah ruah. Uhhh

Apa iya?

Apa iya? Demokrasi menjadi solusi dalam sistem perpolitikan dunia. Pertanyaan itu selalu terngiang dalam benak saya. Bagaimana mungkin demokrasi menjadi satu-satunya solusi.

Seperti kita tahu, demokrasi merupakan anak kandung dari liberalisme. Di sistem perpolitikan adalah demokrasi, sementara di sisi ekonomi kapitalisme.

Kapitalisme sendiri dengan berbagai cara menciptakan konsumerisme. Setiap hari, kita selalu dijejali dengan berbagai produk hingga stigma melalui media massa. Opini kita terus digiring dalam berbagai perspektif. Contohnya tentang makna  cantik, bagaimana perempuan Indonesia mendefinisikannya seperti kulit putih dan bersih. Bagaimana anak remaja yang baru merasa keren ketika memiliki iPhone.

Sinetron-sinetron yang saban hari tayang di televisi mengajarkan generasi muda untuk materialis, semua permasalahan atau kesulitan hidup lu selesai begitu bertemu pangeran baik hati dan kaya. Maka lahirlah generasi instan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.

Apa-apa diukur dari uang. Kesuksesan lu diukur dari apa yang kau kenakan, kendaraan yang digunakan, rumah yang ditempati. Persetan, dengan bagaimana cara mendaoatkannya. Masyarakat tak kan peduli.

Generasi seperti itulah yang di kemudian hari menjadi elit politik di negeri kita. Lalu bagaimana demokrasi menjadi bebas dari politik uang. Sementara, kapitalisme telah melahirkan generasi yang konsumtif, berpikiran pragmatis dan serba instan ?

Pertanyaan itu selalu ada dalam benak saya. Tatanan hidup warisan leluhur kita, musyawarah mufakat dengan mudahnya menghilang.

Demokrasi belum bisa diterapkan sampai masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak, masyarakat yang tak lagi memikirkan perut yang keroncongan dan adanya jaminan kesehatan.

Jumat, 27 Januari 2017

Hipertiroid yang saya derita

Beberapa hari terakhir,  jantung saya berdebar kencang.  Mencapai 28 kali per 15 detik.  Normalnya 20 hingga 22 kali per 15 detik. Saya juga sulit tidur,  baru tidur jam 11 malam keatas,  cepat capek dan mudah berkeringat.

Itu semua merupakan tanda-tanda hipertiroid.  Saya memang menderita hipertiroid sejak dua tahun yang lalu.  Tepatnya baru mengetahuinya.

Waktu itu,  emak saya heran mengapa leher saya membesar.  Bodohnya, saya jawab kalau leher saya tak apa-apa,  malah saya bangga  leher rasanya lebih kekar. Saya justru baru meneriksakannya ketika saya jatuh dari motor,  dan dada saya kena stang motor.  Oohhh..

Selama dua tahun,  pengobatan putus nyambung.  Dokter penyakit dalam yang memeriksa,  bilang klo pengobatannya dilakukan selama dua tahun.  Tapi saya malah berhenti,  alasannya obatnya pahit.

Kemudian berobat lagi ke Dr Soesilowati di RS Siloam Kebon Jeruk pada April 2016.  Dokternya bagus,  periksa detak jantung,  tremor pada tangan,  punggung dan lagi-lagi dua tahun serta ga boleh hamil. Sebenarnya yang paling menakutkan saya adalah saya harus cek darah sebulan sekali.

Hal itu merupakan mimpi buruk buat saya.  Bayangin,  tiap bulan darah disedot. Aduh sakitnya.  Saya pun putus pengobatan.

Memasuki 2017, saya mau sehat.  Tapi saya mencoba pengobatan alternatif atau herbal seperti lintah,  minum air Millagros,  hingga detox synergi dengan minum jus noni.

Tapi bukannya membaik,  malah sebaliknya.  Penyakit saya kambuh.  Malah makin parah,  saya silau kalau siang hari di luar ruangan,  kemudian kepala saya pusing.  Ada yang menekan kepala,  sehingga sakit banget.

Saya putus harapan,  tapi sejujurnya saya ingin sembuh.  Ingin melihat perkembangan anak saya hingga besar.  Saya juga pengen punya anak lagi.  Emak saya pun kasihan  dengan kondisi saya.

Waktu itu,  saya juga lagi stress dengan kerjaan dan kuliah.  Dosen saya sulit ditemui serta bos saya menyebalkan.  Sebagai penderita hipertiroid saya ga boleh stress,  ga boleh capek. 

Menurut saya ini cobaan,  saya tipe pekerja keras,  karena saya bukan keluarga kaya.  Suami saya pun bukan orang kaya. Cuma pekerja biasa.
Saya harus bekerja untuk menghidupi keluarga saya karena saya suka makan di luar.. Hehe

Akhirnya saya googling,  mencari dokter baru.  Saya nemu,  namanya Prof Slamet Suyono di Senopati,  Jakarta Selatan.  Prakteknya di sebelah apotek potenza.

Dokternya walaupun sudah Prof ramah dan baik.  Dia bilang klo penyakit saya itu warisan. Turunan dari orang tua atau bisa juga dari keluarga ayah atau ibu.

Dalam hati saya,  mengapa warisannya penyakit  bukannya duit.  Klo duit kan enak,  saya bisa santai2 belanja dan leha-leha. Hehe.

Penyakit ini bisa dikendalikan dan bahkan tanpa obat sekalipun nantinya.

Tapi ini kan namanya takdir,  saya harus terima.  Baik dan buruknya. Well,  Prof Slamet berpesan klo saya ga boleh stress dan capek. Tiap bulan ke sini dan cek darah dua bulan sekali. Hamil jangan dulu,  tapi klo hamil apa boleh buat Buru-buru ke sini.

Saya juga harus menghindari makan seafood.  Cumi,  udang,  kepiting,  kerang,  rumput laut,  tapi ikan boleh...

Well, saya harap saya bisa konsisten berobat di Prof Slamet Suyono.  Aamiin




Senin, 23 Januari 2017

Berbicara kematian

Pagi ini,  ketika abang saya alias uda menelepon saya  sedang di jalan,  seperti biasa berangkat kerja. Saya sedang di jalan,  alhasil during telepon pun terabaikan.

Ketika berada di dalam bus,  saya baru menyadarinya dan menelepon balik.  Setelah berbicara ngalor ngidul,  abang saya meminta maaf kepada saya.

Saya kaget,  ini tak seperti biasanya.  Lidah saya tercekat.  Ternyata dia habis dari rumah di Terang Bulan,  dan merasa banyak salah.

"Bulan besok,  umur uda udah masuk 45 tahun.  Uda merasa sudah tua,  dan meminta maaf kalau ada salah, " kata uda lirih.

Saya tercekat.  Tak bisa bicara.  Sesungguhnya semalam,  saya juga berbicara kematian dengan suami.  Saya merasa belum siap jika meninggal saat ini,  karena merasa banyak dosa.  Tapi kematian adalah sesuatu yang harus dihadapi.

Dan pagi ini,  uda berbicara hal yang sama.  Ia menitip pesan untuk menjaga emak dan anak-anaknya.

Sungguh,  saya sedih...
Saya tak bisa bayangkan hidup di dunia ini tanpa uda...

Senin, 16 Januari 2017

Hai 2017

Hai 2017

Selamat datang di tahun yang baru...
Meski sudah lewat setengah bulan, saya ingin mengucapkan selamat tahun baru. Tahun ini saya ingin memulainya dengan beberapa resolusi. Pertama, saya ingin ngeblog lagi. Meski sekarang lagi sibuk tesis, saya harap saya bisa ngeblog lagi..
Kedua,, saya ingin tahun ini saya mendapatkan penghargaan jurnalistik sebanyak-banyaknya. Ini penting karena ada kaitannya dengan poin no tiga, karena dengan mendapatkan penghargaan sebanyak-banyaknya maka saya bisa mengunpulkan modal untuk mewujudkan poin no tiga.
Ketiga, saya ingin mengakhiri karir jurnalistik saya. Saya jenuh, sejenuh-jenuhnya dengan pekerjaan saya yang rasanya sudah membosankan. Saya melihat pekerjaan saya, tidak membawa dampak banyak buat masyarakat. Saya hanya menuliskan sesuatu yang saya tidak tahu dampaknya seperti apa nantinya. Lagipula, ikatan dinas saya pun sudah berakhir.
Saya ingin memulai sesuatu yang riil. Saya ingin berwirausaha. Membuka lapangan pekerjaan. Saya punya mimpi bisa menciptakan 1.000 lapangan pekerjaan dalam tiga tahun saya berwirausaha. Insya Alloh, selepas kuliah saya akan menguatkan niat saya itu. Aamiin