Selasa, 18 April 2017

Apa iya?

Apa iya? Demokrasi menjadi solusi dalam sistem perpolitikan dunia. Pertanyaan itu selalu terngiang dalam benak saya. Bagaimana mungkin demokrasi menjadi satu-satunya solusi.

Seperti kita tahu, demokrasi merupakan anak kandung dari liberalisme. Di sistem perpolitikan adalah demokrasi, sementara di sisi ekonomi kapitalisme.

Kapitalisme sendiri dengan berbagai cara menciptakan konsumerisme. Setiap hari, kita selalu dijejali dengan berbagai produk hingga stigma melalui media massa. Opini kita terus digiring dalam berbagai perspektif. Contohnya tentang makna  cantik, bagaimana perempuan Indonesia mendefinisikannya seperti kulit putih dan bersih. Bagaimana anak remaja yang baru merasa keren ketika memiliki iPhone.

Sinetron-sinetron yang saban hari tayang di televisi mengajarkan generasi muda untuk materialis, semua permasalahan atau kesulitan hidup lu selesai begitu bertemu pangeran baik hati dan kaya. Maka lahirlah generasi instan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang.

Apa-apa diukur dari uang. Kesuksesan lu diukur dari apa yang kau kenakan, kendaraan yang digunakan, rumah yang ditempati. Persetan, dengan bagaimana cara mendaoatkannya. Masyarakat tak kan peduli.

Generasi seperti itulah yang di kemudian hari menjadi elit politik di negeri kita. Lalu bagaimana demokrasi menjadi bebas dari politik uang. Sementara, kapitalisme telah melahirkan generasi yang konsumtif, berpikiran pragmatis dan serba instan ?

Pertanyaan itu selalu ada dalam benak saya. Tatanan hidup warisan leluhur kita, musyawarah mufakat dengan mudahnya menghilang.

Demokrasi belum bisa diterapkan sampai masyarakat mendapatkan pendidikan yang layak, masyarakat yang tak lagi memikirkan perut yang keroncongan dan adanya jaminan kesehatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar