Sabtu, 19 Maret 2011

Ketika Pembungkaman Menjadi Sebuah Monolog

  Gelap semakin mengakap, ketika seorang lelaki bertelanjang dada terbangun dari tidurnya. Tegak dan meracau tak tentu arah. Berkisah tentang tiga lelaki berbadan tegap dan berambut cepak membawanya ke dalam ruang gelap.

  Ia mereka-reka perkara musabab dirinya berada di tempat gulita. Apakah laku dirinya yang membuat dirinya terjebak dalam suasana tak semestinya?


Lelaki gempal itu terus mengira-ngira, apakah tulisannya yang mengantarkannya.  Yah, ia baru sadar satu hal, kalau beberapa waktu lalu, dirinya membantu Kahar, perwakilan warga yang mengadukan tentang pencaplokan tanah oleh perusahaan besar. Dan menuliskannya di media tempatnya bekerja.
Ia tak habis pikir dan terus meracau.

Habis Hutan Lenyap Pula Adat

@antara
Sukur menatap semu sekelilingnya sambil mengisap rokok yang terselip di jemarinya. 

Dia menikmati asap-asap putih yang keluar dari mulutnya hanya dengan menggunakan cawot, semacam kain yang menutup alat kelaminnya, sabil duduk di papan kayu. 

Papan kayu berukuran satu kali satu setengah meter itu berada di bawah tenda tak berdinding beratapkan terpal hitam.

Pada pertengahan Juli itu, ia berdiam diri di pondok menunggu kedatangan istri dan anaknya dari bermalam, sebutan bagi orang rimba yang mencari ikan di sungai. 

"Sudah habis semua hutan, hanya ini yang tersisa," ujar Sukur, anggota suku Anak Dalam yang bermukim di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT), di perbatasan Riau-Jambi,Kabupaten Tebo, Jambi.

Rabu, 09 Maret 2011

Derita Amelina, Kisah Sedih Sabtu Sore

 "Pen...Pen...Pen," panggil seorang anak perempuan yang tergolek di Ruang Combustio, Cendrawasih I Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru, Selasa siang. 

Bau daging busuk menyeruak ke seisi ruangan berpenghuni tiga pasien itu.

Mengetahui namanya dipanggil, Penius Jaluhu (20) segera datang mendekat.

Sekujur tubuh anak perempuan itu dibalut perban putih. Hanya wajah pada kepala tak berambut saja yang tak diperban. 

Dengan sigap Penius mengambil kertas kardus di samping ranjang, lalu mengipaskannya ke arah anak perempuan yang tak lain adiknya itu.

"Lapar Pen," pintanya lemah. 

Dengan sekuat tenaga, anak perempuan itu mencoba menggerakkan kepalanya dan menatap lemah kepada abangnya itu. Peni hanya bisa diam diri.

Jam menunjukkan pukul 11.10 WIB, waktu makan siang belumlah tiba. 

Ia hanya bisa tersenyum sembari terus mengibaskan kardus ke arah Amelina (11), nama sang adik.

Sesekali ia menutup hidungnya. Bau daging kembali memenuhi ruangan, kendati perawat silih berganti membersihkan bekas luka pada adik pertamanya tersebut. 

Berdua dengan adiknya, Toda (8), dia merawat Amelina dengan sepenuh hati. 

Sudah empat hari Amelina dirujuk di RSUD Arifin Achmad, setelah sebelumnya dirawat di RSUD Pasir Pengaraian, Rokan Hulu.

Ya, Amelina adalah korban kekejaman Bajatulus (26), ayah tirinya yang telah memperkosanya itu.

Minggu, 06 Maret 2011

Bbm Langka di Negeri Kaya Minyak

      Raut muka Asri Sumarni (34) mengeras. Dengan masih mengenakan pelindung kepala, ia mendekati Suedi (25) petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang terdapat di Jalan Riau, Sabtu malam.
        Setengah berteriak, ia memerintahkan agar petugas mengisi pertamax ke motor yang dibawa suaminya.
        "Ini dari tadi mengantri. Mengapa yang diisi malah yang lain," ujarnya setengah kesal.
        Mendapat perkataan seperti Suaedi, hanya bisa diam. Dan dengan gerak tangannya, meminta agar Asri mendekatkan motornya ke dirinya. Dengan sigap ia mengisi tanki motor tersebut dengan pertamax yang dijual dengan harga Rp9.100 perliter tersebut.
        "Sudahlah bayarnya mahal, mengantri pula," ujar Asri kesal.




        Ia mengaku sudah berkeliling Pekanbaru mencari premium, namun tak satupun ia dapatkan.  Pedagang eceran yang biasanya banyak menyediakan premium atau bensin, tidak nampak lagi.



Selasa, 01 Maret 2011

Ampuhnya Rayuan Maut Sang Gubernur

  Dalam pembukaan Musyawarah Wilayah (MUswil) PPP Riau ke-VI di Pekanbaru, Rabu (23/2) pekan lalu, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali mengaku dirayu oleh Gubernur Riau, HM Rusli Zainal agar PPP mengusung istrinya, Septina Primawati Rusli, sebagai calon wali kota dalam Pilkada Pekanbaru.
  Mendapat rayuan seperti itu, Suryadharma mengatakan dirinya hanya bisa menundukkan kepala. Dalam sambutan tersebut, Menteri Agama RI ke-20 ini akhirnya memberikan lampu hijau terhadap pencalonan istri gubernur tersebut.
  "Mendengar rayuan seperti itu, saya jadi teringat zaman kuliah dengan cara  Gubernur merayu. Jangankan perempuan, pohon kelapa saja tunduk jika dirayu dia. Apalagi saya yang tingginya tidak seperti pohon kelapa," guraunya ketika itu.
  Menurut dia, Rusli merupakan sosok yang pandai merayu untuk memperoleh manfaat demi suatu tujuan yang ingin dicapai dalam panggung politik.
               Ketua Umum PPP Suryadhrma Ali @internet

  Setelah sepekan berlalu, usai Muswil berlangsung. Pernyataan Suryadharma Ali tersebut memang terbukti. Beberapa partai yang sebelumnya dikabarkan mengusung calon selain Septina mulai berbalik arah mendukung istri gubernur tersebut.
  Sekretaris DPD Demokrat Riau, Koko Iskandar, mengatakan dalam Pilkada Pekanbaru mendatang dipastikan pihaknya akan mendukung Septina. Alasannya, tak lain dari hasil survei yang menyebutkan Septina mendapatkan urutan tertinggi, mengalahkan kandidat lainnya seperti Erizal Muluk, Ir Firdaus MT, Isjoni maupun Ketua DPC Demokrat Pekanbaru, Suratiny Sulesdianingrum.
  "Survei menunjukkan bahwa Septina mempunyai urutan tertinggi. Demokrat masih berpatok pada hasil survei dalam menentukan calon yang akan diusung," kata Koko.
  Ia menyebutkan pihaknya masih meyakini bahwa survei merupakan senjata ampuh untuk memenangkan Pilkada. Walaupun pada Pilkada di empat kabupaten/kota tahun lalu, Demokrat kalah telak dimana tak seorang pun calonnya yang duduk.
  "Kalau dulu karena kita salah membaca hasil survei. Sementara di Pelalawan, kalah karena pada saat-saat terakhir hasil survei menunjukkan pamor Anas Badrun (calon yang diusung) kalah oleh calon lainnya," elaknya.
  Diusungnya Septina menjadi calon wali kota, tentu saja membuat kader yang membesarkan Demokrat kesal. Pasalnya, sejak awal 12 PAC Demokrat yang ada di Pekanbaru sepakat mengusung Ketua DPC Demokrat, Suratiny Sulesdianingrum sebagai calon wali kota.
  Salah seorang kader Demokrat yang duduk di DPRD Pekanbaru, mengaku kesal dengan keputusan tersebut. Menurutnya, tak sepantasnya yang diusung Septina, karena bukan kader yang bertungkus lumus membesarkan partai.
  "Tapi apa boleh buat, kalau akhirnya memilih Septina menjadi calon wali kota. Kita menerima saja apa keputusan DPP," jelasnya.