Senin, 17 Oktober 2011

Batik Kian Membumi, Batik Kian di Hati


Sejak diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu, dan Budaya atau UNESCO pada 2009, batik kian hari kian populer.

Batik yang sewindu lalu, lebih banyak digunakan pada saat acara adat maupun perkawinan, kini semakin membumi. Saban hari kita bisa melihat tua, muda hingga anak-anak mengenakan batik, sudah bergeser tidak lagi menjadi busana pelengkap. Batik juga bisa dilihat dimana-mana, mulai dari kantor pemerintahan hingga swasta.

Begitu juga dengan penggunanya, kalau dulu hanya orang-orang tertentu yang boleh menggunakan motif batik tertentu. Misalnya, hanya keluarga keraton yang boleh mengenakan batik dengan motif kuno keraton seperti motif Panji, Gringsing, Kawung, dan Parang.

Tapi kini, batik dengan segala macam motif dipakai banyak orang. Produksinya pun mulai beragam, tidak hanya batik tulis dan cap, tetapi juga ada yang dicetak di atas kain.

Batik tak hanya sebatas pakaian, tetapi berkembang luas mulai dari gantungan kunci, sandal, sepatu, peralatan rumah tangga hingga "furniture".

"Batik sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan pada saat sekarang ini," kata salah seorang warga Pecenonan, Alamsyah (22) di Jakarta Barat, Jumat.

Lelaki yang akrab disapa Alam ini mengatakan batik tidak lagi identik dengan kata kuno. Setiap hari, model batik terus berubah. Dia menyambut baik, semakin bergairahnya batik di Tanah Air.

"Batik sangat cocok dipakai untuk bekerja, apalagi cuaca di Jakarta terbilang panas," kata karyawan perusahaan swasta ini.

Kalau ditilik lebih jauh, semakin populernya batik ini tidak terlepas dari Inpres Hemat Energi yang diterbitkan pada 2005. Dalam Inpres 10/2005 itu, Presiden menginstruksikan kepada para menteri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah non Departemen, Panglima TNI, Kapolri, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk melakukan penghematan energi.

Terbitnya inpres itu dipicu harga minyak mentah dunia meroket yang menyebabkan pemerintah menaikkan harga BBM pada 2005. Sejak itu, berbagai program penghematan gencar dilakukan. Perlahan namun pasti jas pun mulai digantikan batik.

Agaknya, semua ini tak terlepas dari peran Wakil Presiden saat itu, Jusuf Kalla, mempopulerkan batik dihari kerja dan menginstruksikan berbatik di hari Jumat bagi PNS. Sejak itu makin maraklah penggunaan batik sebagai pakaian kerja

Jusuf Kalla atau yang lebih dikenal dengan sebutan JK dalam berbagai kesempatan mengaku geram dengan kalah pamornya batik dibandingkan jas pada acara resmi. Dalam sambutannya pada Pekan Batik Internasional pada 2007 di Pekalongan, Jawa Tengah, JK mengatakan orang Indonesia yang tinggal di negara tropis tidak rasional karena lebih senang menggunakan jas dalam berbagai acara resmi.

"Sebagai negara tropis, orang Indonesia harus merasionalkan diri. Salah satunya memakai pakaian yang ringan semacam batik ini,"kata JK saat itu.

Sejak itu, batik naik daun. Batik yang awalnya lebih populer di Jawa khususnya batik Yogyakarta, Solo dan Pekalongan berkembang dan menyebar hingga seluruh provinsi. Masing-masing daerah mulai menggali kembali corak spesifik dan unik sesuai dengan budayanya.

Puncaknya ketika terjadi polemik pun muncul ketika batik diakui sebagai milik negara, Malaysia pada 2008. Polemik ini tak sempat mengusik hubungan bilateral kedua negara dan "perang" pengguna internet di dunia maya.

Pemerintah pun tak tinggal diam, dan mendaftarkan batik ke dalam jajaran daftar representatif budaya tak benda warisan manusia UNESCO atau Representative List of Intangible Cultural Heritage-UNESCO.

Pengakuan sebagai warisan budaya ini tidak mudah didapat. Proses yang dilalui terbilang panjang.Berawal pada 3 September 2008 dengan proses Nominasi Batik Indonesia ke UNESCO, yang kemudian diterima secara resmi oleh UNESCO pada 9 Januari 2009 untuk diproses lebih lanjut.

Lalu, tahap selanjutnya ialah pengujian tertutup oleh UNESCO di Paris pada tanggal 11 hingga 14 Mei 2009. Dan puncaknya, pada 2 Oktober 2009 akhirnya UNESCO mengukuhkan batik Indonesia dalam warisan budaya tak benda yang diselenggarakan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.



Riwayat

Kata batik berasal dari gabungan dua kata dalam bahasa Jawa yakni amba, yang bermakna menulis dan titik yang bermakna titik. Berdasarkan literatur, batik telah ada sejak ribuan tahun silam. Teknik ini berasal dari Sumeria, yang kemudian berkembang di Jawa Tengah setelah dibawa oleh para pedagang dari India.

Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dimulai dari kerajaan Majapahit dan pengembangan dilakukan pada masa kerajaan Mataram. Pada mulanya, batik hanya dikerjakan dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya.

Namun, lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat.

Dalam setiap motif yang dituangkan dalam kain, juga memiliki filosopi tentang makna kehidupan, kejadian, sampai pada pengalaman-pengalaman hidup dari tokoh-tokoh atau tradisi keluarga.

Para pembatik tidak diperkenankan menuangkan inspirasinya diatas kain. Sebelum menerjemahkan dan membatik idenya, para pembatik melakukan ritual-ritual kecil seperti berpuasa dan membaca mantera. Hingga batik usai dibuat, pembuat juga harus melaksanakan ritual penutup.

Setelah itu pembatik memulai prosesnya dengan memilih corak warna, yang disesuaikan dengan tradisi keluarga kuno. Begitu juga ketika motif flora dan fauna, pembatik juga memiliki gambaran bentuk apa yang akan disampaikan kepada penikmat batik.

Secara umum dikenal dua jenis batik yakni batik pedalaman atau batik keraton yang biasanya berwarna gelap, dan batik pesisir yang mempunyai warna terang. Namun setiap daerah di Tanah Air memiliki ragam batik yang berbeda. Di Yogyakarta dikenal motif batik Cuwiri, Srikaton, Semen Romo, Blanggar Peksi, Tambal Arumning dan banyak lagi. Begitu juga di Riau dikenal motif batik Kuntum Mekar Tanjung Bersusun, Kembang Berisi Keluk Anak, Bunga Kundur Putri Bangsawan hingga Kembang Penuh Siku Beradu.

"Setiap daerah mempunyai batik berbeda. Di Pekalongan sendiri, pola batik bisa dikembangkan dan berubah-ubah," kata seorang perajin batik asal Pekalongan, Farisi.

Hingga saat ini, kata dia, terdapat ribuan motif batik Pekalongan. Batik-batik ini dijual berdasarkan tingkat kerumitan dan lama pengerjaan.

Untuk satu helai batik yang pengerjaannya tergolong rumit dan lama bisa harganya bisa mencapai Rp5 juta. Sedangkan untuk batik yang standar, biasa dipatok dengan harga Rp500 ribu.



Meningkat

Seiring dengan semakin dikenalnya batik berdampak positif terhadap jumlah perajin. Di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, yang dikenal dengan Batik Lasem, perajin batik terus bertambah. Dari 32 perajin pada 2010 meningkat menjadi 47 perajin pada 2011.

Batik Lasem merupakan satu dari pasar batik nasional yang semakin menggeliat pasca pengukuhan batik sebagai warisan budaya oleh UNESCO.

Ketua Klaster Batik Tulis Lasem, Ahmad Rifai, mengatakan kini total nilai transaksi penjualan batik tulis lasem hampir mencapai ratusan juta rupiah per bulan, dari sebelumnya yang hanya Rp150 juta per bulan.

"Pasar batik nasional yang semakin bergairah berpotensi menggoda perajin untuk mengejar kuantitas, dan mulai kurang memperhatikan kualitas," kata Ahmad.

Begitu juga dengan perajin batik di Jawa Barat yang terus meningkat dari sebelumnya hanya ada 10 kota sebagai pusat batik, meningkat menjadi 21 kota perajin batik.

Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, mengatakan bergairahnya pasar batik ini akan meningkatkan taraf hidup para perajin. Dengan demikian, tujuan dari pembangunan akan tercapai.

"Kita masih ingat betapa susahnya mendapatkan pengakuan UNESCO sebagai warisan budaya pada 2 Oktober 2009, karena pada saat itu ada juga negara lain yang ingin mengakui batik sebagai tempat asalnya. Oleh karena itu, sekarang setelah diakui, kita harus terus menjaga dan melestarikannya," jelas menteri dari Partai Demokrat ini.

Menbudpar juga mengajak setiap lapisan masyarakat baik tua dan muda untuk cinta terhadap batik. Menurut Jero dengan semakin banyak yang mencintai batik, maka semakin banyak pula perajin batik.

Selain itu, Menbudpar menyadari betul pentingnya dilakukan promosi yang berkelanjutan baik di dalam maupun luar negeri.

Berbagai langkah yang dilakukan, kata Jero, diantaranya acara World Batik Summit (WBS) yang dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 28 September lalu. Acara ini berlangsung hingga Hari Batik Nasional 2 Oktober mendatang.

"Juga ada pemilihan Putra-Putri Batik Nusantara 2011 yang bertujuan untuk mengajak generasi muda mencintai batik," tukas Menbudpar.

Sebelumnya pada 2009 lalu, Kementerian Perdagangan meluncurkan program Seratus Persen Cinta Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia dengan produk luar negeri.

"Batik lokal tidak perlu takut dengan maraknya batik impor, karena ada pembedanya karena batik lokal merupakan budaya Bangsa," jelas lelaki kelahiran Singaraja ini.

Nilai transaksi perdagangan batik di dalam negeri pada 2006 mencapai Rp2,9 triliun, dan pada 2010 meningkat menjadi Rp3,9 triliun. Sementara, nilai ekspor pada 2006 sebesar 14,3 juta dolar AS dan pada 2010, mencapai 22,3 juta dolar AS, atau meningkat 5,6 persen.

Sudah saatnya kita bangga mengenakan produk dalam negeri yang hasilnya dinikmati saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air. Aku cinta dengan produk dalam negeri, seperti slogan yang telah digaungkan selama ini.

***6***

B/Z003



T.SDP-13












Tidak ada komentar:

Posting Komentar