Senin, 17 Oktober 2011

Indonesia Emas, Mungkinkah?


Puluhan atlet atletik berdatangan ke Lapangan Madya di Jalan Asia Afrika, Jakarta, pekan lalu.

Tak berlama-lama setelah menaruh barang bawaan, mereka langsung melakukan pemanasan. Ada yang berlari-lari kecil dan ada juga yang bermain bola bersama rekan sesama atlet.

Fadlin (20), sprinter muda andalan Indonesia pada SEA Games 2011 turut bermain bola dengan rekannya, sprinter Farel Oktaviandi dalam pemanasan itu. Fadlin merupakan peraih medali emas nomor lari 100 meter putra di Kejuaraan Nasional Atletik 2011.

Sang pelatih Eni Nuraini, dari kejauhan mengawasi anak asuhnya. Sesekali ia menegur para atlet yang terlihat kurang serius.

Setelah sesi pemanasan, Eni mengajak sprinter muda itu untuk pindah menuju lintasan. Di sana, para sprinter dilatih fisik dan teknik berlari.

"Latihan untuk persiapan SEA Games sejak setahun lalu. Bedanya, kalau sekarang `speed` nya lebih tinggi," kata atlet asal Bima, Nusa Tenggara Barat itu usai latihan.

Tak main-main untuk persiapan SEA Games, dia berlatih hampir setiap hari. Pelatihnya hanya memberi jeda pada Rabu dan Sabtu untuk istirahat.

Bahkan tak jarang, latihan dilakukan pada malam hari. Menurut Fadlin, ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan waktu pertandingan pada SEA Games mendatang.

"Kalau bicara target, pastinya emas," sebut dia sambil sesekali menyeka keringat yang mengucur di wajahnya.

Fadlin merupakan salah satu sprinter muda berbakat yang dimiliki kontingen Merah Putih. Ia berhasil membukukan catatan waktu 10,42 detik.

Berbeda dengan SEA Games lalu, kali ini kontingen Merah Putih tidak diperkuat sprinter andalan, Suryo Agung Wibowo. Suryo menunaikan nazarnya untuk berangkat ke Tanah Suci pada tahun ini.

Sebagai gantinya, tujuh sprinter muda dipersiapkan untuk nomor cabang olahraga tersebut yaitu Fadlin, Farel Oktaviandi, Fernando Lumain, Franklin Ramses Burumi, Iswandi , Edi Ariansyah dan Syafaturahman.

"Saya berharap bisa mencapai limit Olimpiade 10,28 detik," harap dia.

Meski persiapan matang sudah dilakukan para atlet sejak jauh hari, tapi tidak demikian dengan arena untuk tempat bertanding.

Hingga satu bulan menjelang pembukaan SEA Games pada 11 November mendatang, sejumlah arena termasuk atletik belum juga rampung.

"Biasanya atlet sudah mulai latihan di lintasan itu sebulan sebelum pertandingan. Namun hingga saat ini, belum tahu kapan rampungnya," keluh dia.

Tak hanya persoalan lintasan yang belum rampung, dia juga mengeluhkan belum diberikan sepatu untuk pertandingan. Menurut dia, sepatu itu seharusnya sudah digunakan untuk membiasakan pada saat pertandingan.

"Kalau berbicara sarana prasarana, miris hati melihatnya. Cuma tidak diungkapkan saja pada anak-anak," ungkap pelatih sprint Indonesia, Erni Nuraini.

Perempuan berkacamata itu mengatakan hanya bisa memotivasi anak asuhnya untuk tetap semangat berlatih. Walaupun dengan peralatan seadanya.

"Memang kali ini tidak diperkuat Bang Suryo, tapi kita berharap perolehan medali tetap sama," harap dia.

Keluhan tak hanya datang dari cabang atletik saja, tetapi juga dari boling. Manajer tim boling Isra M Tahir, mengeluhkan belum turunnya anggaran dari Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Padahal SEA Games akan berlangsung sebulan lagi.

Isra menjelaskan bola boling itu setidaknya dipesan minimal 2,5 bulan sebelum pertandingan. Bola itu, lanjut dia, dipesan dari pabrik dan hanya diproduksi dua kali dalam setahun.

"Sebagai jalan keluarnya PBI membeli sejumlah peralatan dengan menggunakan uang sendiri," jelas Isra.

Selain untuk peralatan, tambah dia, uang itu digunakan untuk sewa lapangan dan uji coba di sejumlah negara.

Tak hanya lambannya pencairan dana, tambah Isra, sebagian besar uang yang dikeluarkan itu untuk membeli peralatan terancam tidak bisa diganti.

Pasalnya, Kemenpora melalui Satlak Prima rencananya akan memanggkas dana yang diajukan sebesar Rp690 juta menjadi setengahnya.

"Dari 288 bola yang diajukan untuk dibeli, yang disetujui hanya 60," jelas Isra.

Isra mengatakan pemangkasan itu tidak rasional, karena pada pertandingan boling untuk kompetisi tingkat tinggi ini, bola hanya digunakan satu kali pertandingan.

"Satlak Prima menargetkan bisa mendapatkan tiga emas. Tapi Persatuan Boling Indonesia (PBI) dengan keadaan seperti ini hanya bisa menyanggupi dua emas. Bagaimana bisa fokus dalam pertandingan jika untuk latihan saja banyak kendala," keluh Isra.

Untuk SEA Games mendatang, PBI akan menurunkan 12 atlet yang terdiri dari enam putra dan putri. Atlet tersebut yakni Ryan Leonard Lalisang, Yeri Romadona, Oscar, Harry Al Ashari, Hardy Rachmadian, dan Billy Muhammad Islam.

Sedangkan atlet putrinya adalah Tannya Roumimper, Sharon Limansantoso, Putty Insavilla Armein, Novie Phang, Ivana Hie, dan Puteri Astari Suni Saputro.

Keluhan juga dilontarkan sejumlah atlet renang yang menyayangkan belum rampungnya arena pertandingan, dan juga mewaspadai kabut asap yang kerap melanda kota yang pernah menjadi pusat kerajaan Sriwijaya itu.



Supremasi Olahraga

Olahraga di Indonesia mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Pada masa itu olahraga memberikan sumbangsih besar dalam mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia internasional.

Sepanjang 17 kali keikutsertaan dalam pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara (SEA Games), Indonesia sembilan kali tampil sebagai juara umum.

Masa kejayaan Indonesia dimulai pada awal mula keikutsertaan pada SEA Games 1977 di Malaysia, dimana berhasil meraih juara umum. Gelar juara umum terus digenggam tim Merah Putih pada SEA Games 1979, 1981, dan 1983. Namun kemudian gelar prestisius itu lepas dari tangan dan diraih kontingen Thailand pada SEA Games 1985 di Bangkok.

Seakan tak mau berlama-lama, tim Merah Putih kembali merebut gelar juara umum pada SEA Games 1987 di Jakarta. Gelar tertinggi itu terus bertahan pada SEA Games 1989, 1991, dan 1993. Kemudian, gelar tersebut kembali direbut tuan rumah pelaksanaan SEA Games 1995, Thailand.

Indonesia terakhir kali merasakan kursi juara umum pada SEA Games 1997 di Jakarta. Gelar juara umum lebih banyak didominasi Thailand. Bahkan negara-negara yang sebelumnya tidak diperhitungkan seperti Malaysia dan Vietnam, mendadak masuk dalam jajaran elit.

Sejak gelar terakhir pada 1997, prestasi Indonesia terus merosot seiring dengan anjloknya perekonomian akibat krisis moneter. Perlahan-lahan olahraga pun mulai kurang diperhatikan. Para petinggi negeri tidak lagi mengurusi olahraga namun sibuk mengatur siasat maupun sikut-menyikut atas nama kepentingan pribadi dan partai.

Menyadari semakin merosotnya prestasi olahraga, Kementerian Pemuda dan Olahraga pada tahun lalu meluncurkan sebuah program yang dinamakan `Program Indonesia Emas` atau yang dikenal dengan singkatan Prima.

Sebuah program yang diharapkan akan dapat kembali menempatkan Indonesia sebagai negara yang patut diperhitungkan di dunia olahraga baik tingkat Asia Tenggara maupun level dunia.

Apalagi Indonesia pada 2011 menjadi tuan rumah pelaksanaan SEA Games yang akan dilaksanakan di Jakarta dan Palembang, 11-22 November. Menteri Pemuda Olahraga Andi Mallarangeng, berpendapat bahwa ini merupakan momentum yang tepat untuk kebangkitan prestasi olahraga Tanah Air. SEA Games kali ini akan menjadi ajang pembalasan untuk mengembalikan supremasi olahraga Asia Tenggara.

Bahkan Prima pun udah tertuang dalam Perpres 22 tahun 2010 sebagai payung hukum dari pelaksanaan untuk mengembalikan kejayaan olahraga Indonesia. Dimana disebutkan program ini bertujuan untuk meningkatkan pencapaian prestasi atlet nasional di tingkat internasional melalui program pembinaan dan pelatihan yang sistematis, terencana, berkesinambungan, dan modern.

Program ini merupakan kolaborasi antara Program Atlit Andalan (PAL) dan program Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas). Tak tanggung-tanggung pemerintah pun menggelontorkan dana hingga ratusan miliar untuk program pembinaan ini. Sejumlah atlet dari berbagai cabang olahraga dikirim ke sejumlah negara yang dinilai pantas untuk tempat berlatih.

Pada SEA Games kali ini Satlak Prima pun tak main-main, menargetkan bisa meraih 150 medali emas dan keluar sebagai juara umum, dengan menurunkan 1.532 atlet yang akan berlaga di Jakarta dan Palembang.

Padahal pada SEA Games 2009 di Laos, Indonesia hanya menempati posisi ketiga dengan mengumpulkan 170 medali dengan rincian 43 emas, 53 perak dan 74 perunggu. Kalah jauh dibandingkan kontingen Thailand yang meraih juara umum yang mengumpulkan 266 medali dengan rincian 86 emas, 83 perak dan 97 perunggu.

Namun mewujudkan impian untuk mengembalikan kejayaan olahraga nasional, tidak selamanya mulus. Layaknya kata bijak yang mengatakan niat baik yang selalu ada rintangannya, begitu juga dengan pelaksanaan SEA Games ini.

Mulai dari terkuaknya kasus suap pembangunan wisma atlet yang melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, belum selesainya sejumlah arena di Palembang, permasalahan kabut asap, hingga permasalahan sarana dan prasarana untuk latihan. Jika demikian adanya, masih mungkinkah Indonesia emas? ***6***

SDP-13



Tidak ada komentar:

Posting Komentar