Dalam perjalanan nan membosankan akhir pekan lalu, sekilas aku membaca tentang dai sejuta umat, KH Zainuddin MZ. Berita tentang dirinya bukan menjadi fokus utama, yang utama adalah muktamar PPP. Berita itu menyebutkan mantan Ketua PPP Hamzah Haz, meminta kejadian Zainuddin MZ keluar dari PPP dan membuat partai baru tidak terulang kembali. Toh, pada akhirnya partai pimpinan sang dai itu gagal meraih 2,5 persen suara di parlemen atau parlementary treshold.
Pada Senin (4/7) pagi, saat aku berjalan melintasi pasar baru. Aku mendengar ceramah dari dai tersebut. Dipasang para pedagang yang tengah asyik menggelar dagangannya.
Tebersit dibenakku, kenangan puluhan tahun silam. Saat aku duduk di bangku sekolah dasar. Saban sore, setiap tugas menjaga kedai aku mendengarkan ceramah Zainuddin. Mulai soal puasa, salat ataupun zakat.
Penceramah itu membimbing diriku dengan syiar-nya. Bagaimana harus bersyukur dengan apa yang dimiliki dan bagaimana memahami perbedaan. Setiap mengajukan pendapatnya ia selalu berseloroh "betul apa betul" ini.
Aih betapa aku merindukan dai sejuta umat itu. Sudah lama aku tidak mendengarkan ceramahnya. Apalagi sejak dirinya bergelut di dunia politik, semakin hilang saja gaungnya.
Ditambah lagi banyak kabar tak sedap yang mendera. Contohnya saja, pernikahan sirihnya dengan Aida Zaskia. Persoalan benar atau tidak, masyarakat rindu akan ceramah Zainuddin.
Penceramah masa kini, sedikit yang menggetarkan hati. Baru populer sedikit, mulai poligami. Atau nikah dengan artis atau belagak ngartis.
Masyarakat rindu dengan dakwah khas Zainuddin. Rindu sosok yang bersahaja. Aku ingat betul ketika masih sekolah dasar di kampung halaman, kami rela berdesak-desakan di masjid demi mendengarkan ceramah dai itu.
Bahkan, salah seorang abangku dengan bangganya berkata kalau dia bisa bersalaman dengannya. Bayangkan, hanya bersalaman saja dengannya, sudah bisa membuat bangga. Luar biasa...
Namun, saat aku tengah asyik dengan pelajaran fotografi di kelas, aku dikejutkan dengan kabar meninggalnya dai itu. Sungguh mati, aku tak percaya. Hingga akhirnya aku membaca sendiri berita itu. Dia meninggal karena penyakit jantung tepat jam 10 pagi di Rumah Sakit Pusat Pertamina.
Tuhan, aku masih tak percaya semua ini. Semuanya terjadi dalam waktu singkat. Apalagi ramadan semakin mendekat, aku merasa kehilangan sangat.
Selamat jalan pak kiai, dirimu akan tetap hidup di hati. Sama seperti Buya Hamka yang selalu hidup melalui pita-pita kaset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar