Nenenda yang tersayang...
Apa kabar di sana? Apakah surga jauh lebih indah dari planet bumi. Layaknya fantasi yang selalu kubayangkan ketika masih kecil.
Nenenda, sejujurnya aku rindu dengan dirimu. Seperti rinduku akan masa kanak-kanak. Rindu ketika tidur dipelukanmu.
Masa itu adalah masa terindah bagiku. Aku berada dipelukanmu dan dirimu mulai mencari kutu di kepalaku.
Yah, masa itu adalah saat tersulit dalam kehidupan kita. Kepalaku dipenuhi makhluk kecil penghisap darah. Teman-temanku juga demkian. Makhluk itu melompat dari satu kepala ke kepala lainnya. Alhasil satu kelas muridnya penuh dengan kutu.
Dirimu nenenda, dengan sepenuh hati tak pernah membiarkan itu terjadi. Dengan jari rentamu, menelusuri helai demi helai rambutku. Dirimu menamakan kegiatan ini "menelisik".
Meski begitu, sejatinya kita adalah anak-anak. Diriku anak-anak yang sebenarnya dan dirimu kembali menjadi anak-anak. Kita sering adu mulut bahkan kejar-kejaran ketika berantem. Layaknya anak-anak.
Uhh...
Waktu cepat berlalu nenenda. Dan aku juga beranjak dewasa. Kita mulai menjauh. Aku cukup direpotkan dengan duniaku. Tapi dirimu tetap mendoakanku, agar aku selalu lancar dalam segala urusan.
Hingga akhirnya dirimu menghembuskan nafas terakhir. Aku minta maaf nenenda..
Tanpamu, aku bukan apa-apa. Aku bisa seperti ini karena dirimu.
Dirimu yang membawa diriku dari tempat buangan ke dunia sebenarnya. Aku tak diterima oleh keluarga dan nenenda yang menerimaku apa adanya.
Dimana banyak yang sayang padaku. Perjalanan delapan jam yang mengubah segalanya.
Mungkin ini suratan takdir, katamu ketika itu. Nenenda, maafkan cucunda yang alpa mengirimkan Alfatihah dan doa setiap usai sembahyang. Aku saja, lalai akan sembahyang.
Jangan marah nenenda. Aku tak sanggup menerima murkamu. Aku janji akan berusaha untuk tak tinggalkan sembahyang seperti pintamu.
Nenenda, doakan cucu mu ini dari sana. Ingatkan diriku, jikalau salah langkah.
Sembah sujud pada nenenda dari cucumu yang durhaka...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar