Jumat, 29 Juni 2012

Kekuatan Mimpi Andrea, Dari Belitung Untuk Dunia


Ada peribahasa Melayu yang mengatakan "bayang-bayang sepanjang badan" yang artinya apa yang dikerjakan hendaklah disesuaikan dengan kekuatan diri sendiri. Tapi tampaknya peribahasa itu tak berlaku bagi seorang bujang Melayu yang dikenal dengan nama Andrea Hirata.

Andrea Hirata dalam kasus ini, mendobrak paradigma orang Melayu kebanyakan dan terbang bersama mimpinya yang telah tertanam di benaknya sejak lama. Siapa sangka, penulis yang berasal dari Desa Belitung itu kini sudah mendunia melalui novel pertamanya yang fenomenal, Laskar Pelangi. Novel yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada 2005.

Novel inspirasional yang bercerita tentang 10 anak dari keluarga miskin dari Belitung itu tidak hanya menjadi buku terlaris di Indonesia dan sudah difilmkan oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Novel itu juga telah dialih bahasakan ke 22 bahasa.

Dan pada 12 Maret lalu, novel tersebut disetujui Penerbit Amerika Serikat, Farrar, Strauss and Giroux (FSG), untuk diterbitkan dalam edisi berbahasa Inggris novel karya Andrea Hirata yang berjudul "Laskar Pelangi."

"Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu," ujar Andrea Hirata mengutip ucapan salah satu tokoh, Arai, dalam novel Sang Pemimpi yang juga ciptaannya ketika berkisah di Pusat Kebudayaan Amerika, akhir pekan lalu.

Dia mengaku kalau dirinya adalah seorang pemimpi. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan menjadi seorang mimpi. Bagaimanapun melalui mimpi-mimpinya yang diiringi dengan tekad yang kuat dan kerja keras, Andrea perlahan-lahan mewujudkan mimpinya itu.

Andrea tak pernah menyangka sebelumnya, melalui Laskar Pelangi bisa menembus penerbit internasional yang banyak menerbitkan karya para pemenang Nobel Sastra seperti TS Eliot, Pablo Neruda, Nadine Gordimer, Seamus Heaney, dan Mario Vargas Llosa. Dia merupakan satu-satunya, sastrawan Indonesia yang berhasil meraih prestasi tersebut.

"Ini merupakan kabar baik bukan hanya untuk Andrea Hirata atau Laskar Pelangi, tetapi penting untuk sastra Indonesia, " ujar Andrea.

Bagi lelaki yang akrab disapa Andis itu, diterbitkan oleh FSG bak mimpi yang menjadi kenyataan. Melalui The Rainbow Troops (edisi internasional Laskar Pelangi) dia bisa sejajar dengan sastrawan idolanya seperti Pablo Neruda dan Nadine Gordimer. Dan karena diterbitkan oleh FSG pula, impiannya untuk meraih Nobel Sastra tinggal sejengkal lagi.

"Peluangnya sangat besar, hampir 80 persen penulis yang karyanya diterbitkan oleh FSG mendapat Nobel Sastra."

Sebanyak 21 pemenang Nobel Sastra yang karyanya diterbitkan FSG antara lain TS Eliot, Pablo Neruda, Nadine Gordimer, Seamus Heaney, dan Mario Vargas Llosa yang mendapat Nobel Sastra 2010. Bahkan Andrea didengung-dengungkan menjadi salah seorang kandidat meraih penghargaan bergengsi pada tahun ini.

"Memang ramai beredar mengenai nominasi itu. Saya juga tidak tahu, bagaimana kabar itu bisa bocor karena untuk mengetahuinya melalui situs Publisher Market dan harus menjadi anggota situs tersebut. Namun tidak tertutup kemungkinan untuk meraih penghargaan tersebut," ujarnya sembari tersenyum.

Jika kabar itu benar, Andrea merupakan orang kedua dari Indonesia setelah Pramoedya Ananta Toer yang dinominasikan untuk meraih penghargaan bergengsi itu.



Jalan Terjal

Bukan perkara yang mudah bagi Andrea agar novelnya itu bisa diterbitkan oleh penerbit ternama itu. Jalan untuk menuju prestasi itu tidak mudah, dan Andrea pun mengakuinya. Bermula dari sulitnya mencari agen.

"Bukan hal yang gampang untuk mencari agen. Mencari agen-agenan mungkin gampang. Banyak, ada seseorang yang dari Malaysia yang mengatakan "Andrea saya ingin menjadi agenmu." Lalu ada yang dari Singapura juga menawarkan hal yang serupa," jelas dia.

Saat ini, agar suatu karya bisa terbit di luar negeri bukanlah hal yang sulit. Meskipun demikian, perlu dilihat siapa agen dan penerbitnya. Menurutnya, banyak yayasan atau lembaga amal yang bisa mendukung hal itu, namun Andrea menginginkan agar karyanya itu bisa diterbitkan oleh penerbit internasional.

Hingga kemudian pada pertengahan 2010, dia mendapat beasiswa sastra di Iowa University. Di negeri Paman Sam itu, dia dan 37 penulis dari belahan dunia menimba ilmu mengenai kesusasteraan. Pada saat itu pulalah, dia mendapat pengalaman yang tidak mengenakan namun menjadi cambuk bagi dirinya.

"Ada penulis Pakistan yang dengan bangganya dia mengatakan bukunya diterbitkan Random House. Dan ketika dia bertanya tentang penerbit kepada saya, dengan malu-malu saya menjawab Bentang Pustaka yang hanya terkenal di dalam negeri," kenangnya.

Hingga kemudian, saat berada di Arizona, penerbitnya di Indonesia memberinya kabar telah mendapatkan penerbit internasional yakni Amer Asia. Namun hal itu tak lantas membuatnya berpuas diri, karena Amer Asia hanya terkenal di Asia.

Pertemuannya dengan agennya sekarang, Kathelen Anderson Literary Management, terjadi secara tak disengaja saat Andrea mendapat tugas dari universitasnya untuk membacakan novel Laskar Pelangi di San Fransisco. Agennya tersebut tertarik dan dalam surat elektroniknya, mengatakan ingin menerbitkan karya Andrea itu.

"Saya tidak bisa tidur selama beberapa hari saking senangnya," ungkap dia.

Tapi lagi-lagi kesabarannya harus diuji, setidaknya dia menunggu selama satu tahun. Baru kemudian, agennya itu menyampaikann kabar jika FSG tertarik untuk menerbitkan karyanya itu.

"Ini sebuah perjuangan mimpi dan jangan takut mencoba apapun," serunya.

"The Rainbow Troops" akan terbit di New York pada November mendatang. Andrea yang kini disibukkan dengan dua proyek buku terbarunya yakni, Laskar Pelangi Song Book dan Ayah, mengajak penulis Indonesia lainnya untuk terus berkarya dan menembus penerbit internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar