Sabtu, 10 Maret 2012

BBM merangkak naik, masyarakat kian terjepit

    Tangan Ahmad (39) tampak cekatan menata kardus-kardus menjadi satu tumpukan dan kemudian mengikatnya dengan tali rafia hitam.
    Lelaki yang menggunakan topi itu tak mempedulikan kendaraan yang lalu-lalang di jalanan yang berada tepat di belakang stasiun kereta api Juanda, Jakarta Pusat.
    Ahmad sejak tujuh tahun lalu berprofesi sebagai pemulung, mengumpulkan kardus dan botol bekas di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Sebelum di Jakarta, Ahmad terlebih dahulu bekerja di Malaysia dan Kalimantan. Dia bekerja di pabrik triplek, namun karena gaji yang diberikan kecil, akhirnya dia memutuskan untuk merantau ke ibu kota negara.
    "Paling banyak sehari hanya bisa mengumpulkan Rp30.000. Dipotong makan dan minum, paling sisa Rp20.000," ujar Ahmad.
    Dengan penghasilannya yang masih jauh dibawah standar kelayakan hidup di kota besar, Ahmad serta merta tidak menyetujui usulan pemerintah untuk menaikkan harga BBM, karena berimbas dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok. Menurut dia, pemerintah harus memikirkan cara-cara lain agar harga BBM tidak naik.
    "Ya seharusnya pemerintah itu kalau dalam keluarga seperti ayah. Berani lapar asal anak-anaknya bisa makan. Jangan malah menyusahkan rakyat dengan menaikkan harga BBM," ujar lelaki asal Cilacap.
    Dia memberi contoh, pemerintah bisa melakukan penghematan dengan melakukan pemotongan gaji ataupun anggaran. Ahmad mengaku miris dengan tingkah laku pejabat pemerintah yang berperilaku hedonis sementara rakyat kecil hidup dalam kesusahan.
   "Kalau bisa BBM jangan sampai dinaikkan karena nantinya harga bahan pokok juga naik. Hidup juga semakin susah. Pemerintah harus cari cara yang lebih efektif," ujar ayah dua orang puteri ini.
    Seorang tukang sapu jalan, Firmansyah (36), mengaku kecewa jika pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM.
    "Masalahnya kalau harga BBM naik, maka harga sembako naik.Sedangkan gaji tidak naik. Kalaupun harga BBM diturunkan mana ada ceritanya sembako juga turun," keluh Firmansyah.
    Kenaikan harga BBM, kata Firmansyah, akan membuat masyarakat semakin menderita. Firmansyah yang berpenghasilan Rp25.000 sehari itu berpendapat seharusnya pemerintah lebih peduli kepada rakyat kecil.
    "Sekarang saja, mengeluarkan uang Rp5.000 untuk sekali makan saja, mikir berkali-kali. Apalagi kalau BBM dinaikkan. Bisa-bisa makannya tempe tahu melulu," kata dia.
    Firmansyah mengingatkan seharusnya pemerintah bisa menjaga rakyatnya dengan baik. Jika kondisi seperti ini terus terjadi, kata Firmansyah, rakyat bisa marah.
    Disinggung mengenai adanya bantuan uang yang diberikan pemerintah kepada masyarakat miskin akibat kenaikan BBM itu, Firmansyah mengaku pesimis, sebab dulu dia tidak mendapatkan BLT padahal tergolong ke dalam masyarakat kurang mampu.

Pangkas Belanja Birokrasi

    Pemerintah berencana menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) awal April 2012 seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Pemerintah mengusulkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 1.500 per liternya pada Rancangan Undang-undang (RUU) APBN-Perubahan 2012.
    Agar masyarakat tidak terlalu terkena dampaknya, pemerintah menyiapkan dana kompensasi sekitar Rp22 triliun sebagai kompensasi kenaikan harga itu.
    Namun usulan kenaikan harga BBM memicu reaksi keras di berbagai daerah seperti yang terjadi di Mataram dan Bekasi.
    Sementara itu Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sadar Subagyo, mengatakan seharusnya pemerintah memangkas belanja birokrasi dibandingkan menaikkan harga BBM.
    "Pantas dan adilkah jika subsidi BBM yang dirasakan oleh ratusan juta rakyat dan dengan nilai yang juga tidak terlalu besar dihapus sementara belanja birokrasi terus membengkak," ujar Subagyo.
belanja birokrasi semakin tahun semakin membengkak dan bahkan dalam kurun waktu 7 tahun (2005-2012).
    Dia mengatakan belanja birokasi meningkat hingga 400 persen dari Rp187 triliun menjadi Rp733 triliun pada APBN 2012. Dengan jumlah aparat birokrasi Indonesia yang hanya 4,6 juta orang maka setiap tahunnya satu orang pegawai mendapat porsi Rp150 juta pertahun.
    "Pemerintah seharusnya mengefisienkan belanja birokrasi ketimbang mencabut subsidi BBM untuk rakyat," kata Subagyo.
    Anggota Badan Kehormatan (BK) DPR Fahri Hamzah menegaskan rencana pemerintah menaikkan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hanya akan membuat rakyat menderita. Fahri mengusulkan solusi seperti pemotongan gaji anggota DPR sebesar 20 persen
    "PKS sendiri lebih setuju dengan cara seperti ini. Wakil rakyat harus mewakili rakyat dan bukan menambah penderitaan rakyat," kata Fahri.
    Menurut Fahri, dalam satu tahun kucuran dana untuk gaji, tunjangan, dan kegiatan anggota DPR mencapai Rp1 triliun. Jika usulan disetujui, diawal tahun masa kerja, pemotongan 20 persen bisa diberlakukan.
    Sebagai contoh, tambahnya, dalam satu tahun masa kerja diketahui total anggaran yang terserap hanya 33 persen atau sekitar Rp350 miliar dari total Rp1 triliun.
    Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu mengingatkan pemerintah agar segera menaikkan harga bahan bakar minyak jika tidak ingin mengulang kondisi krisis pada 2008.
    "Kenaikan harga bahan bakar minyak memang harus segera dilakukan karena adanya pengaruh eksternal yang cukup kuat," kata Anggito Abimanyu.
    Jika pemerintah, lanjut Abimanyu, tidak segera melakukan kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), maka dampak yang akan dirasakan masyarakat justru semakin buruk karena kenaikannya pun harus tinggi.
    Bank Indonesia (BI) hingga saat ini belum memastikan tambahan inflasi jika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. BI memperkirakan besaran inflasi berada dikisaran 4,5 persen.
    Data Bank Pembangunan Asia (ADB) menunjukkan pada 2008 jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 40,4 juta orang. Sementara pada 2010 jumlah orang miskin meningkat menjadi 43,1 juta orang atau naik 2,7 juta orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar