Awalnya saya kira, masuk Universitas Indonesia (UI) susah. Tahunya mudah sangat, entah kebetulan atau memang saya mengambil jenjang pascasarjana. Cuma tesnya ya susah, namanya juga UI.
Saya ikut tes tanggal 14 Juni lalu, di Fakultas Ekonomi UI Depok. Ujiannya ketat, hp harus dimatikan, kalau ketahuan aja bunyi langsung diskors deh. Tas di depan. Pakai batasan waktu. Jam segini ngerjakan soal ini, jam segitu soal itu. Kok lebih-lebih dari UMPTN zaman dulu. Dalam hati saya, mau kuliah pascasarjana aja susah. Mana SPPnya mahal lagi. hufff..
Bahkan ada mba-mba di samping saya cerita. Dia sudah tiga kali tes SIMAK UI, dan gagal terus. Hari itu yang keempat. Saya cuma bisa melongo. Pulang, saya sengaja jalan kaki ke arah stasiun, lewatin hutan kampus. Makan (minum) es cincau, ada bapak-bapak di sebelah ngajak ngobrol.
"Neng, bagaimana soalnya?" tanya dia.
"Susah pak, di luar perkiraan. Tes Potensi Akademiknya juga lebih sulit dari buku-buku yang dijual di toko buku," jawabku.
"Ooo, emang dulu lulusan mana. Bukan UI ya?" tanyanya lagi.
"Iya pak."
"Ooo pantesan."
Jleb, rasanya bagaimana gtu. Sejujurnya pas ujian, saya malas mikir. Sembarang isi saja. Hitung-hitung pengalaman aja. Padahal udah bayar Rp750ribu untuk pendaftaran. Biarin dah.
Dulu saya kuliah ga banget, ambil jurusan teknik industri di universitas negeri baru. Alasannya masuk universitas negeri baru biar lulus UMPTN sekrang namanya SNMPTN, kalau lolos, saya akan dapat beasiswa selama setahun dari pemerintah. Lumayan kan. Saat itu dapat sekitar Rp200ribuan per bulan. SPP gratis setahun. Kuliah juga malas-malasan, beruntung lulus IPK masih tiga koma.
Nah, setelah dua tahun lulus, lanjut kuliah lagi. Saat itu masih dibiayai ama abang. SPPnya mahal sekitar 11 juta. Ambil magister manajemen di universitas di kampung halaman. Tapi lagi-lagi ga serius sekolahnya.
Setelah kawin dan punya anak pengen kuliah lagi, tapi ga mau pake beasiswa. Lama nungguinnya, pengen pake duit sendiri biar serius kuliahnya. Lagian pengen nambah ilmu.
"Emang nanti, kalau dah lulus S2 mau jadi apa?" tanya suami.
"Ga tahu, aku pengen kuliah aja. Pengen nambah ilmu aja," jawabku.
Ya memang aku ga tahu, nanti setelah S2 kelar mau jadi apa. Jadi dosen kayanya ga mungkin. S1 teknik industri, S2 rencannya Manajemen Komunikasi. Ga ada korelasinya sih ama latar belakang pendidikan. Cuma nyambung klo dengan pekerjaan. Aku kerja di media, tapi tidak punya basic media.hehe.
Setelah dinyatakan diterima di UI, galau juga. Ambil atau ga, sayang duitnya..13,5 juta SPP dan 10 juta biaya pembangunan. hiks
Saya ikut tes tanggal 14 Juni lalu, di Fakultas Ekonomi UI Depok. Ujiannya ketat, hp harus dimatikan, kalau ketahuan aja bunyi langsung diskors deh. Tas di depan. Pakai batasan waktu. Jam segini ngerjakan soal ini, jam segitu soal itu. Kok lebih-lebih dari UMPTN zaman dulu. Dalam hati saya, mau kuliah pascasarjana aja susah. Mana SPPnya mahal lagi. hufff..
Bahkan ada mba-mba di samping saya cerita. Dia sudah tiga kali tes SIMAK UI, dan gagal terus. Hari itu yang keempat. Saya cuma bisa melongo. Pulang, saya sengaja jalan kaki ke arah stasiun, lewatin hutan kampus. Makan (minum) es cincau, ada bapak-bapak di sebelah ngajak ngobrol.
"Neng, bagaimana soalnya?" tanya dia.
"Susah pak, di luar perkiraan. Tes Potensi Akademiknya juga lebih sulit dari buku-buku yang dijual di toko buku," jawabku.
"Ooo, emang dulu lulusan mana. Bukan UI ya?" tanyanya lagi.
"Iya pak."
"Ooo pantesan."
Jleb, rasanya bagaimana gtu. Sejujurnya pas ujian, saya malas mikir. Sembarang isi saja. Hitung-hitung pengalaman aja. Padahal udah bayar Rp750ribu untuk pendaftaran. Biarin dah.
Dulu saya kuliah ga banget, ambil jurusan teknik industri di universitas negeri baru. Alasannya masuk universitas negeri baru biar lulus UMPTN sekrang namanya SNMPTN, kalau lolos, saya akan dapat beasiswa selama setahun dari pemerintah. Lumayan kan. Saat itu dapat sekitar Rp200ribuan per bulan. SPP gratis setahun. Kuliah juga malas-malasan, beruntung lulus IPK masih tiga koma.
Nah, setelah dua tahun lulus, lanjut kuliah lagi. Saat itu masih dibiayai ama abang. SPPnya mahal sekitar 11 juta. Ambil magister manajemen di universitas di kampung halaman. Tapi lagi-lagi ga serius sekolahnya.
Setelah kawin dan punya anak pengen kuliah lagi, tapi ga mau pake beasiswa. Lama nungguinnya, pengen pake duit sendiri biar serius kuliahnya. Lagian pengen nambah ilmu.
"Emang nanti, kalau dah lulus S2 mau jadi apa?" tanya suami.
"Ga tahu, aku pengen kuliah aja. Pengen nambah ilmu aja," jawabku.
Ya memang aku ga tahu, nanti setelah S2 kelar mau jadi apa. Jadi dosen kayanya ga mungkin. S1 teknik industri, S2 rencannya Manajemen Komunikasi. Ga ada korelasinya sih ama latar belakang pendidikan. Cuma nyambung klo dengan pekerjaan. Aku kerja di media, tapi tidak punya basic media.hehe.
Setelah dinyatakan diterima di UI, galau juga. Ambil atau ga, sayang duitnya..13,5 juta SPP dan 10 juta biaya pembangunan. hiks