Sejak meletusnya gerakan anti-pemerintah di Suriah pada pertengahan
Maret tahun lalu, nyaris semua daerah di negara itu tak luput dari
kekerasan, tapi ibu kota Suriah, Damaskus, menjadi tempat terdamai di
negeri yang dipimpin Presiden Bashar Al Assad.
Kondisi itu bertolak belakang dengan daerah pinggiran Damaskus karena pertempuran sengit berkecamuk antara tentara Suriah dan kelompok bersenjata selama empat hari sejak 28 Januari.
Damaskus, sejak gerakan anti-pemerintah meletus pada pertengahan Maret tahun lalu, sudah menghadapi protes yang sama kerasnya dengan unjuk rasa di ibu kota lain negara Timur Tengah seperti Kairo (Mesir), Tripoli (Libya) dan Tunis (Tunisia).
Jalan-jalan pun tak luput ceceran darah, sejak serangan dua bom di instalasi intelijen dan instalasi kepolisian. Serangan itu menelan sejumlah korban jiwa termasuk polisi dan warga sipil pada Desember tahun lalu dan awal Januari tahun ini.
Saat ini jalanan di ibu kota negara Suriah dipenuhi dengan bendera nasional dan poster besar Presiden Bashar Al Assad. Arus lalu lintas tetap berjalan sama seperti sebelum pecahnya kerusuhan, begitu juga dengan restoran dan toko-toko yang berada di jajaran jalan tetap buka dengan beragam produk yang memenuhi rak.
Seorang warga Damaskus yang enggan menyebutkan namanya mengatakan kepada Xinhua bahwa mereka hidup tenang sama seperti kehidupan beberapa bulan sebelumnya. Mereka pergi bekerja, dan bersenang-senang dengan sedikit kekhawatiran meskipun listrik padam empat jam sehari.
Penduduk merasa tidak nyaman dan ketakutan akan masa depan keamanan mereka, karena kerusuhan yang semakin dekat.
Warga yang tak mau disebutkan namanya itu mengeluh kepada wartawan mengenai kenaikan harga, dan mengatakan ia harus mengeluarkan uang dua kali lipat untuk membeli produk impor dibandingkan dengan sebelum kerusuhan. Sementara itu harga barang di Suriah mengalami kenaikan sebesar 20-30 persen.
Namun kondisi damai itu tidak dialami penduduk yang bermukim di daerah pinggiran ibu kota Suriah. Mereka tidak seberuntung warga di Damaskus, yang bisa menikmati kedamaian yang dipimpin orang yang berada di pusat kota.
Wartawan Xinhua pada Selasa mengunjungi biara yang dihantam granat berpeluncur roket di daerah Saydanaya, hanya 50 menit berkendaraan ke sebelah utara Damaskus.
Seorang biarawati mengatakan roket itu mendarat di ruang tamu, ketika para biarawati sedang makan siang. Serangan tersebut meretakkan dinding dan menghancurkan kaca biara ortodok yang berumur 1.500 tahun.
"Beruntung, tidak seorang pun yang terluka," kata biarawati itu.
Penduduk Saydanaya -- daerah pegunungan yang dipenuhi rumah berbatu putih-- mengatakan mereka mendengar suara ledakan dan tembakan setiap hari sejak sepekan yang lalu, saat tentara pemerintah bertempur milisi bersenjata dekat pinggiran Rankous, 45 kilometer sebelah utara Damaskus.
Wartawan Xinhua yang dikawal tentara pemerintah dalam perjalanan keliling Saydanaya mendengar suara ledakan bom, letusan senjata dan melihat asap tebal muncul tidak jauh dari perbukitan yang tertutup salju.
Penindasan yang dilakukan pasukan pemerintah meningkat sejak bergejolaknya kekerasan di pinggiran Damaskus dan Suriah tengah beberapa hari sebelumnya. Peningkatan itu dilakukan sehubungan janji pemimpin negeri tersebut untuk mengalahkan "teroris" dengan tangan besi.
Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan pejabat khusus telah melakukan operasi kualitatif selama tiga hari terakhir di pinggiran Damaskus dan melacak kelompok "teroris" bersenjata.
Dalam pernyataan yang disiarkan kantor berita SANA, kementerian itu mengatakan tentara melacak kelompok "teroris" di pinggiran Damaskus yakni Harasta, Dauma, Saqba dan Hamouriyah. Kementerian itu mengatakan kelompok tersebut mempunyai komitmen melakukan kejahatan, menanam ranjau darat dan meledakkannya di jalan umum, menakuti penduduk termasuk anak-anak dan perempuan, serta menyerang bangunan pemerintah dan masyarakat.
Kondisi itu bertolak belakang dengan daerah pinggiran Damaskus karena pertempuran sengit berkecamuk antara tentara Suriah dan kelompok bersenjata selama empat hari sejak 28 Januari.
Damaskus, sejak gerakan anti-pemerintah meletus pada pertengahan Maret tahun lalu, sudah menghadapi protes yang sama kerasnya dengan unjuk rasa di ibu kota lain negara Timur Tengah seperti Kairo (Mesir), Tripoli (Libya) dan Tunis (Tunisia).
Jalan-jalan pun tak luput ceceran darah, sejak serangan dua bom di instalasi intelijen dan instalasi kepolisian. Serangan itu menelan sejumlah korban jiwa termasuk polisi dan warga sipil pada Desember tahun lalu dan awal Januari tahun ini.
Saat ini jalanan di ibu kota negara Suriah dipenuhi dengan bendera nasional dan poster besar Presiden Bashar Al Assad. Arus lalu lintas tetap berjalan sama seperti sebelum pecahnya kerusuhan, begitu juga dengan restoran dan toko-toko yang berada di jajaran jalan tetap buka dengan beragam produk yang memenuhi rak.
Seorang warga Damaskus yang enggan menyebutkan namanya mengatakan kepada Xinhua bahwa mereka hidup tenang sama seperti kehidupan beberapa bulan sebelumnya. Mereka pergi bekerja, dan bersenang-senang dengan sedikit kekhawatiran meskipun listrik padam empat jam sehari.
Penduduk merasa tidak nyaman dan ketakutan akan masa depan keamanan mereka, karena kerusuhan yang semakin dekat.
Warga yang tak mau disebutkan namanya itu mengeluh kepada wartawan mengenai kenaikan harga, dan mengatakan ia harus mengeluarkan uang dua kali lipat untuk membeli produk impor dibandingkan dengan sebelum kerusuhan. Sementara itu harga barang di Suriah mengalami kenaikan sebesar 20-30 persen.
Namun kondisi damai itu tidak dialami penduduk yang bermukim di daerah pinggiran ibu kota Suriah. Mereka tidak seberuntung warga di Damaskus, yang bisa menikmati kedamaian yang dipimpin orang yang berada di pusat kota.
Wartawan Xinhua pada Selasa mengunjungi biara yang dihantam granat berpeluncur roket di daerah Saydanaya, hanya 50 menit berkendaraan ke sebelah utara Damaskus.
Seorang biarawati mengatakan roket itu mendarat di ruang tamu, ketika para biarawati sedang makan siang. Serangan tersebut meretakkan dinding dan menghancurkan kaca biara ortodok yang berumur 1.500 tahun.
"Beruntung, tidak seorang pun yang terluka," kata biarawati itu.
Penduduk Saydanaya -- daerah pegunungan yang dipenuhi rumah berbatu putih-- mengatakan mereka mendengar suara ledakan dan tembakan setiap hari sejak sepekan yang lalu, saat tentara pemerintah bertempur milisi bersenjata dekat pinggiran Rankous, 45 kilometer sebelah utara Damaskus.
Wartawan Xinhua yang dikawal tentara pemerintah dalam perjalanan keliling Saydanaya mendengar suara ledakan bom, letusan senjata dan melihat asap tebal muncul tidak jauh dari perbukitan yang tertutup salju.
Penindasan yang dilakukan pasukan pemerintah meningkat sejak bergejolaknya kekerasan di pinggiran Damaskus dan Suriah tengah beberapa hari sebelumnya. Peningkatan itu dilakukan sehubungan janji pemimpin negeri tersebut untuk mengalahkan "teroris" dengan tangan besi.
Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan pejabat khusus telah melakukan operasi kualitatif selama tiga hari terakhir di pinggiran Damaskus dan melacak kelompok "teroris" bersenjata.
Dalam pernyataan yang disiarkan kantor berita SANA, kementerian itu mengatakan tentara melacak kelompok "teroris" di pinggiran Damaskus yakni Harasta, Dauma, Saqba dan Hamouriyah. Kementerian itu mengatakan kelompok tersebut mempunyai komitmen melakukan kejahatan, menanam ranjau darat dan meledakkannya di jalan umum, menakuti penduduk termasuk anak-anak dan perempuan, serta menyerang bangunan pemerintah dan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar