Bertahun-tahun lamanya, mungkin sedari kecil, nenek selalu mengatakan ketika saya sakit itu karena Alloh SWT, Tuhan semesta alam sayang kepada saya. Nalar saya tak sebeapa, tak mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh almarhum nenek.
Dan sekarang, 30 tahun kemudian. Tetap dengan nalar yang tak seberapa, saya mulai memahami. Hampir dua tahun terakhir saya mengidap gangguan tiroid. Tapi gangguan tiroid itu tetap membuat saya bisa beraktivitas seperti biasa. Jadwal kerja saya, amat padat. Liputan ke sana -sini, ke luar kota, belum lagi kerjaan tambahan dan waktu untuk anak. Semuanya membuat saya lalai dalam mempersiapkan akhirat. Padahal sesungguhnya akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya.
Lalu, awal Januari 2018 saya dirawat di rumah sakit selama lima hari. Awalnya badan saya bengkak pada November, biasanya hanya 43 kilogram naik menjadi 56 kilogram. Perut seperti orang hamil, pantat besar. Semuanya penuh air. Saya juga tidak bisa kecapekan.
Menjelang malam pergantian tahun, di tengah hiruk-pikuk meriahnya malam tahun baru, saya pun meriang yang amat sangat. Badan saya panas dingin, kepala sakit bangit dan perut mual dan muntah-muntah.
Awalnya saya enggan ke dokter, bapak kemudian memanggil ustadz untuk mengobati. Lalu ustad itu bacakan air dan saya minum. Alhamdulillah ketika bangun tengah malam, panas dingin saya reda. Di tengah ramainya suara kembang api dan mercon saya terbangun berkali-kali untuk muntah. Rasanya saya mau mati saja. Lalu kemudian, besoknya dengan setengah memaksa, suami mengajak saya ke rumah sakit di Siloam K*b*n J*r*k pas tahun baru.
Masuk ke ruang IGD, dilayani dengan baik. Didengarkan keluhan, kemudian dipasang infus yang diberi obat demam, antimual dan antibiotik. Tangan bengkak penuh air, susah nyari nadinya. Setelah tusuk kiri dan kanan, baru dapat. Langsung di EKG trus dirontgen, ambil darah dll. Lalu besoknya ketahuan kalau saya mengidap Sindrom Nefrotik , kalau bahasa awamnya Ginjal Bocor. Padahal mah ga bocor kaya ban dalam ketusuk paku begitu, kecil sekali.
Tepatnya sih kelainan pada ginjal sebenarnya. Jadi ginjal yang seharusnya menyaring protein dan menyalurkan ke tubuh, tidak menjalankan fungsing sebagaimana mestinya, akibatnya keluarlah protein itu melalui urine. Protein yang keluar lewat urine itu ditandai dengan banyaknya busa dan air seni berwarna keruh.
Sebelumnya pada November 2017, kaki saya mulai bengkak. Kemudian sahabat saya, Mami Tri menyarankan saya periksa ginjal. Kemudian saya cek darah yakni Ureum Kreatinin, hasilnya okay ga ada masalah. Kemudian USG Ginjal, Alhamdulillah masih normal tidak menciut dll. Cuma pas cek urine, protein saya mencapai +3. padahal seharusnya nol.
Kembali ke cerita saya diopname, saya dirawat lima hari, lazimnya rumah sakit di Indonesia empat hari di rumah sakit hanya untuk observasi. Semua tes dilakukan mulai dari autoimun, lupus dll. Empat hari hanya fokus untuk mengurangi demam. Dengan kondisi gw yang memang ga tahan dingin, terus batuk-batuk, malamnya demam. Sampai disangka difteri sama pasien di sebelah.
Hari keempat, gw baru dikasih obat pengurang cairan yang disuntikkan yakni Lasix Fumoside. Diberi selang dan disuntikkan ke tangan gw. Sejak pakai obat itu, gw pipis tiap jam sekali. Jumlahnya sekali pipis mungkin sekitar 600 ml. Saking banyaknya . Dokter larang saya makan daging karena kolestrol saya tinggi yakni mencapai 500. Makan garam ga boleh (ini salah besar, seharusnya dikurangi), minum juga dibatasi. Setelah disuntik lasix, berat badan gw turun 5 kilogram.
Kemudian hari kelima gw minta pulang, bosan dan AC bikin batuk makin parah. Akhirnya tanda tangan surat dan kemudian pulang. Dikasih obat segambreng, mulai dari obat penurun kolestrol, lectonal, lasix, thyrozol (buat tiroid), obat tidur dan obat demam (namanya rumah sakit jualan jasa dokter, obat dan lab juga). Belum ada obat untuk Sindrom Nefrotik satu pun. Seminggu kemudian disuruh balik lagi buat kontrol lagi. Dirawat lima hari, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp18,5 juta, dengan kamar kelas dua (satu ruangan tiga bed). Pelayanan kurang lah, dokter spesialis cuma visit palig lama 10 menit. bikin kapok dah, ga puas.
Oia, kembali lagi. Sejak saya divonis itu, saya sadar saya bergelimang dosa. Saya zolim pada diri sendiri, orang tua, suami dan juga orang-orang sekitar. Saya mulai berbenah diri. Memperbaiki ibadah buat diri sendiri dan komunikasi dengan sesama manusia (semoga saya istiqomah, aamiin). Jadi Alloh beri sakit, karena Alloh sayang sama saya . Dia beri egur saya dengan penyakit, karena saya orangnya lalai dan susah untuk diingatkan. Alloh berikan saya kesempatan hidup untuk "kedua kalinya", agar saya berubah. Agar hidup saya lebih bermanfaat bagi sesama manusia dan saya bisa mempersiapkan kematian dengan bekal yang cukup. Maka, nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan.
Dan sekarang, 30 tahun kemudian. Tetap dengan nalar yang tak seberapa, saya mulai memahami. Hampir dua tahun terakhir saya mengidap gangguan tiroid. Tapi gangguan tiroid itu tetap membuat saya bisa beraktivitas seperti biasa. Jadwal kerja saya, amat padat. Liputan ke sana -sini, ke luar kota, belum lagi kerjaan tambahan dan waktu untuk anak. Semuanya membuat saya lalai dalam mempersiapkan akhirat. Padahal sesungguhnya akhirat adalah kehidupan yang sesungguhnya.
Lalu, awal Januari 2018 saya dirawat di rumah sakit selama lima hari. Awalnya badan saya bengkak pada November, biasanya hanya 43 kilogram naik menjadi 56 kilogram. Perut seperti orang hamil, pantat besar. Semuanya penuh air. Saya juga tidak bisa kecapekan.
Menjelang malam pergantian tahun, di tengah hiruk-pikuk meriahnya malam tahun baru, saya pun meriang yang amat sangat. Badan saya panas dingin, kepala sakit bangit dan perut mual dan muntah-muntah.
Awalnya saya enggan ke dokter, bapak kemudian memanggil ustadz untuk mengobati. Lalu ustad itu bacakan air dan saya minum. Alhamdulillah ketika bangun tengah malam, panas dingin saya reda. Di tengah ramainya suara kembang api dan mercon saya terbangun berkali-kali untuk muntah. Rasanya saya mau mati saja. Lalu kemudian, besoknya dengan setengah memaksa, suami mengajak saya ke rumah sakit di Siloam K*b*n J*r*k pas tahun baru.
Masuk ke ruang IGD, dilayani dengan baik. Didengarkan keluhan, kemudian dipasang infus yang diberi obat demam, antimual dan antibiotik. Tangan bengkak penuh air, susah nyari nadinya. Setelah tusuk kiri dan kanan, baru dapat. Langsung di EKG trus dirontgen, ambil darah dll. Lalu besoknya ketahuan kalau saya mengidap Sindrom Nefrotik , kalau bahasa awamnya Ginjal Bocor. Padahal mah ga bocor kaya ban dalam ketusuk paku begitu, kecil sekali.
Tepatnya sih kelainan pada ginjal sebenarnya. Jadi ginjal yang seharusnya menyaring protein dan menyalurkan ke tubuh, tidak menjalankan fungsing sebagaimana mestinya, akibatnya keluarlah protein itu melalui urine. Protein yang keluar lewat urine itu ditandai dengan banyaknya busa dan air seni berwarna keruh.
Sebelumnya pada November 2017, kaki saya mulai bengkak. Kemudian sahabat saya, Mami Tri menyarankan saya periksa ginjal. Kemudian saya cek darah yakni Ureum Kreatinin, hasilnya okay ga ada masalah. Kemudian USG Ginjal, Alhamdulillah masih normal tidak menciut dll. Cuma pas cek urine, protein saya mencapai +3. padahal seharusnya nol.
Kembali ke cerita saya diopname, saya dirawat lima hari, lazimnya rumah sakit di Indonesia empat hari di rumah sakit hanya untuk observasi. Semua tes dilakukan mulai dari autoimun, lupus dll. Empat hari hanya fokus untuk mengurangi demam. Dengan kondisi gw yang memang ga tahan dingin, terus batuk-batuk, malamnya demam. Sampai disangka difteri sama pasien di sebelah.
Hari keempat, gw baru dikasih obat pengurang cairan yang disuntikkan yakni Lasix Fumoside. Diberi selang dan disuntikkan ke tangan gw. Sejak pakai obat itu, gw pipis tiap jam sekali. Jumlahnya sekali pipis mungkin sekitar 600 ml. Saking banyaknya . Dokter larang saya makan daging karena kolestrol saya tinggi yakni mencapai 500. Makan garam ga boleh (ini salah besar, seharusnya dikurangi), minum juga dibatasi. Setelah disuntik lasix, berat badan gw turun 5 kilogram.
Kemudian hari kelima gw minta pulang, bosan dan AC bikin batuk makin parah. Akhirnya tanda tangan surat dan kemudian pulang. Dikasih obat segambreng, mulai dari obat penurun kolestrol, lectonal, lasix, thyrozol (buat tiroid), obat tidur dan obat demam (namanya rumah sakit jualan jasa dokter, obat dan lab juga). Belum ada obat untuk Sindrom Nefrotik satu pun. Seminggu kemudian disuruh balik lagi buat kontrol lagi. Dirawat lima hari, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp18,5 juta, dengan kamar kelas dua (satu ruangan tiga bed). Pelayanan kurang lah, dokter spesialis cuma visit palig lama 10 menit. bikin kapok dah, ga puas.
with misua yang ngerawat saya dengan baik. |
Oia, kembali lagi. Sejak saya divonis itu, saya sadar saya bergelimang dosa. Saya zolim pada diri sendiri, orang tua, suami dan juga orang-orang sekitar. Saya mulai berbenah diri. Memperbaiki ibadah buat diri sendiri dan komunikasi dengan sesama manusia (semoga saya istiqomah, aamiin). Jadi Alloh beri sakit, karena Alloh sayang sama saya . Dia beri egur saya dengan penyakit, karena saya orangnya lalai dan susah untuk diingatkan. Alloh berikan saya kesempatan hidup untuk "kedua kalinya", agar saya berubah. Agar hidup saya lebih bermanfaat bagi sesama manusia dan saya bisa mempersiapkan kematian dengan bekal yang cukup. Maka, nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar