Setelah pencarian sekian lama, mungkin 20 tahun terakhir. Akhirnya saya mengetahui jawaban, dalam hidup. Hanya taat, ya hanya taat saja pada Tuhan yang menciptakan mu. Alloh SWT.
Dulu, saya pernah bertanya sama nenek saya. Waktu kelas satu atau SD. Nek, apakah Tuhan itu punya ayah dan ibu. Sayangnya waktu itu nenek saya tak bisa menjawabnya dengan baik.
Lalu, ketika kelas 5 SD,baca cerita nabi-nabi, saya merasakan ketidakadilan. Bagaimana ga adil, Nabi dan rasul yang mempunyai mukjizat dan kemudian dijamin masuk surga. Enak banget ya. Ga kaya manusia biasa yang harus berjuang lebih dahulu.
Padahal tidak, Nabi Muhammad SAW misalnya. Mungkin beliau adalah orang paling menderita di dunia ini. Yatim sejak lahir. Ibunya meninggal ketika kecil. Lalu disusul kakeknya. Diasuh pamannya Abu Thalib.
Menikah juga tidak dengan perawan, tapi janda. Tentu saja janda terhormat. Punya tujuh anak, yang mana enam anak meninggal duluan. Hanya Fatimah yang hidup lebih lama sedikit dibanding Rasul.
Lalu ketika menyebarkan agama Islam, diteror diancam bahkan dicari mau dibunuh. Duhai Nabi, tak sangguplah kami jika mendapat cobaan seperti Engkau.
Lalu, dalam perjalanan panjang saya. Mungkin bergelimang dosa. Saya mulai iri dengan teman-teman saya yang hidupnya mudah saja. Bayangkan meski lulus lambat, tapi kerja di perusahaan bergengsi kemudian menikah dan punya anak. Bahagia.
Tapi saya, harus bekerja keras agar lulus. Ujian saja curang (semoga Alloh SWT dan para guru mengampuni saya). Saya terlalu berorientasi pada hasil. Padahal yang penting dari semua itu adalah proses. Bagaimana menjadi manusia yang berkarakter dan berintegritas. Sungguh, saya menyesalinya. Ilmu baru nyangkut setelah lulus, setelah saya kerjakan skripsi saya.
Begitu juga kerja, lamar ke sana ke mari. Dipanggil untuk interview. Tapi gagal juga. Padahal tinggal tahap akhir. Mungkin semua ini karena ilmu yang saya dapat tidak diridhoi.
Begitu juga ketika bekerja. Saya kerja keras, saya kumpulkan uang sebanyak-banyaknya dan beli aset. Hubungan saya dengan rekan kantor juga kurang harmonis. Orientasi hanya dunia serta pendidikan.
Sekarang, saya baru tahu dan menyadari. Setelah beberapa penyakit yang mendera. Satu penyakit diberi Tuhan, tak membawa saya jadi lebih baik. Tuhan sayang, dan kemudian menegur saya.
Awal tahun badan saya menggigil dan panas dingin. Saya pulang naik ojek dari kantor sambil menangis menahan sakit. Sampai di rumah saya tidur. Badan menggigil serta panas dingin. Saya ngebayangin, bagaimana kalau saya mati. Bekal apa yang saya bawa. Apa semua harta yang sudah saya kumpulkan itu bisa mengurangi hisab saya? Tentu tidak kan.
Lalu apa yang saya jawab nanti pada malaikat di alam baka. Mana sendirian lagi? Di tengah sakit, sambil menunggu suami dan anak yang lagi mengunjungi mertua di Tangerang (saya ga ikut karena piket), saya liat ceramah Ustadz Khalid Basalamah tentang sakit. Beliau bilang harus bertobat dan minta ampun pada Tuhan. Janji tidak mengulangi perbuatannya Malamnya saya salat Tahajjud dan berjanji tidak akan mengulangi semua dosa yang saya lakukan. Janji yang sebenarnya. Semoga Alloh SWT, meneguhkan hati saya. Aamiin.
Setelah itu, saya berusaha untuk memperbaiki ibadah saya. Saya menyerahkan semuanya pada Alloh, saya melibatkanNya dalam urusan saya. Bahkan dalam hal terkecil apapun. Contohnya ketika hadir dalam acara ultah Jaya Suprana ke 69, saya berdoa agar bisa foto sama Pak SBY. Ajaibnya, saya bisa welfie sama beliau. Indahkan.
Belum lagi urusan saya dipermudah. Jadi sebenarnya kita hanya mengubah sudut pandang. Dunia ini hanya senda gurau belaka, tujuan kita hanya akhirat saja. Bekerja ya tetap seperti biasa. Bahkan saya merasa lebih produktif. Jadi sebenarnya dalam hidup, kita hanya taat saja maka apapun yang kamu minta akan diberikan oleh Alloh SWT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar